DAFTAR
ISI
BAB
I KONSEP KURIKULUM
BAB
II PENGEMBANGAN KURIKULUM
BAB
III KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
BAB
IV MATEMATIKA SEKOLAH
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
KONSEP
KURIKULUM
A.
Konsep
Kurikulum
Konsep
kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan
serta bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya.
Menurut pandangan lama, sejak zaman Yunanni Kuno, kurikulum
merupakan kumpulan mata pelajaran-mata pelajaran yang harus disampaikan guru
atau dipelajari siswa. Lebih khusus kurikulum sering diartikan sebagai isi
pelajaran. Pendapat-pendapat yang muncul berikutnya telah beralih dari
penekanan terhadap isi menjadi lebih menekankan pada pengalaman belajar
(Sukmadinata, 2005: 4).
Pandangan
lain tentang kurikulum adalah yang menyatakan bahwa kurikulum merupakan program pendidikan yang disediakan
oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. Berdasarkan program pendidikan
tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga mendorong
perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan tujuan pendidikan yang
ditetapkan. Kurikulum bukan hanya berupa sejumlah mata pelajaran, namun
meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti:
bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan sekolah, perpustakaan, karyawan
tata usaha, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain.
Curriculum
is interpreted to mean all of the organized courses activities, and experiences
which pupils have under the direction of school, whether in the classroom or
not.
Kendatipun
pandangan tersebut diterima, namun pada umumnya guru-guru tetap berpandangan
bahwa kegiatan-kegiatan dalam kelas saja yang termasuk kurikulum, sedangkan
kegiatan di luar kelas merupakan nilai edukatif yang diberikan oleh kurikulum
itu.
Menurut
Mac Donald (Sukmadinata, 2005:5), sistem persekolahan terbentuk atas empat
subsistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum. Mengajar
(teaching) merupakan kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan
oleh guru. Belajar (learning) merupakan kegiatan atau upaya yang
dilakukan siswa sebagai respon terhadap kegiatan mengajar yang diberikan oleh
guru. Keseluruhan pertautan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan dengan
terjadinya interaksi belajar-mengajar disebut pembelajaran (instruction).
Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi
pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar-mengajar.
Kurikulum
sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana (curriculum plan)
dengan kurikulum yang fungsional (functioning curriculum). Kurikulum
bukan hanya merupakan rencana tertulis bagi pengajaran, melainkan sesuatu yang
fungsional yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur lingkungan dan kegiatan yang berlangsung di
dalam kelas. Rencana tertulis merupakan dokumen kurikulum (curriculum
document or inert curriculum), sedangkan kurikulum yang dioperasikan di
kelas merupakan kurikulum fungsional (functioning, live or operative
curriculum) (Sukmadinata, 2005: 5).
Tabel
1.1 Perbedaan konsep kurikulum menurut
beberapa ahli.
Nama
Ahli
|
Tahun
|
Kurikulum
|
Robert
S. Zais
|
1976
|
“...
a racecourse of subject matters to be mastered”
|
Caswel
& Campbell
|
1935
|
“...
to be composed of all experiences children have under the guidance of
teacher”
|
Ronald
C. Doll
|
1974
|
“The
commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of
courses of study and list of subjects and courses to all experiences
which are offered to learners under the auspices or direction of the school.”
|
Mauritz
Johnson
|
1967
|
“...
a structured series of intended learning outcomes”
|
Beauchamp
|
1968
|
“A
curriculum is a written document which may contain many ingredients,
but basically it is a plan for education of pupils during their
enrollment in given school”.
|
Menurut
Hilda Taba (1962), perbedaan antara kurikulum dan pengajaran bukan terletak
pada implementasinya, tetapi pada
keluasan cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan cakupan tujuan isi dan metode
yang lebih luas atau lebih umum, sedangkan yang lebih sempit, lebih khusus
menjadi tugas pengajaran. Menurut Taba keduanya (kurikulum dan pengajaran)
membentuk satu kontinum, kurikulum terletak pada ujung tujuan umum atau tujuan
jangka panjang, sedangkan pengajaran pada ujung lainnya yaitu yang lebih khusus
atau tujuan dekat. Batas keduanya sangat relatif, bergantung pada tafsiran
guru.
Dari
pendapat-pendapat para ahli tentang pengertian kurikulum, selanjutnya dikenal
tiga konsep kurikulum, yakni: kurikulum sebagai substansi, kurikulum sebagai
sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi (Sukmadinata, 2005: 27).
1.
Konsep pertama, kurikulum
sebagai substansi. Suatu kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan
belajar bagi siswa di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin
dicapai. Suatu kurikulum juga dapat berarti suatu dokumen yang berisi rumusan
tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengaja, jadwal, dan evaluasi.
2.
Konsep kedua, kurikulum
sebagai sistem, yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian
dari sistem persekolahan, sistem pendidikan. Suatu sistem kurikulum mencakup
struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu
kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu
sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem
kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
3.
Konsep ketiga, kurikulum
sebagai suatu bidang studi, yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan
bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum
sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem
kurikulum.
BAB
II
PENGEMBANGAN
KURIKULUM
A. Konsep Dasar
Pengembangan Kurikulum
Pengembangan
kurikulum (curriculum development) adalah the planning of learning
opportunities intended to bring about certain desered in pupils, and assesment
of the extent to wich these changes have taken plece (Audrey Nicholls
& Howard Nichools dalam Hamalik, 2007: 96).
Rumusan
ini menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan
belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan
tertentu yang diharapkan. Sedangkan yang dimaksud dengan kesempatan
belajar (learning opportunity) adalah hubungan yang telah
direncanakan dan terkontrol antara para siswa, guru, bahan, peralatan, dan
lingkungan tempat siswa belajar yang diinginkan diharapkan terjadi.
Dalam pengertian di atas, sesungguhnya pengembangan
kurikulum adalah proses siklus, yang tidak pernah berakhir. Proses tersebut
terdiri dari empat unsur yakni (Hamalik, 2007: 96-97):
a. Tujuan:
mempelajari dan menggambarkan semua sumber pengetahuan dan pertimbagngan
tentang tujuan-tujuan pengajaran, baik yang berkenaan dengan mata pelajaran (subject
course) maupun kurikulum secara menyeluruh.
b. Metode
dan material: menggembangkan dan mencoba menggunakan metode-metode dan
material sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan tadi yang serasi menurut
pertimbangan guru.
c. Penilaian (assesment):
menilai keberhasilan pekerjaan yang telah dikembangkan itu dalam hubungannya
dengan tujuan, dan bila mengembangkan tujuan-tujuan baru.
d. Balikan
(feedback):
umpan balik dari semua pengalaman yang telah diperoleh yang pada gilirannya
menjadi titik tolak bagi studi selanjutnya.
Pengembangan kurikulum merupakan inti dalam
penyelenggaraan pendidikan, dan oleh karenanya pengembangan dan
pelaksanaannya harus berdasarkan pada asas-asas pembangunan secara makro.
Sistem pengembangan kurikulum harus berdasarkan asas-asas sebagai
berikut (Hamalik, 2007: 15):
1)
Kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan pada asas
keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2)
Kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan dan
diarahkan pada asas demokrasi pancasila.
3)
Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan
berdasarkan dan diarahkan pada asas keadilan dan pemerataan pendidikan.
4)
Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi
dan diarahkan berdasarkan asas keseimbangan, keserasian, dan keterpaduan.
5)
Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi
dan diarahkan berdasarkan asas hukum yang berlaku.
6)
Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi
dan diarahkan berdasarkan asas kemandirian dan pembentukan manusia mandiri.
7)
Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi
dan diarahkan berdasarkan asas nilai-nilai kejuangan bangsa.
8)
Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi
dan diarahkan berdasarkan asas pemanfaatan, pengembangan, penciptaan ilmu
pengetahuan, dan teknologi.
B.
Prinsip Dasar Pengembangan Kurikulum
Kebijakan
umum dalam pembangunan kurikulum harus sejalan dengan visi, misi, dan strategi
pembangunan pendidikan nasional yang dituangkan dalam kebijakan peningkatan
angka partisipasi, mutu, relevansi, dan efisieinsi pendidikan. Kebijakan umum
dalam pembangunan kurikulum nasional mencakup prinsip-prinsip (Hamalik, 2007: 3-4):
1.
Keseimbangan
etika, logika, estetika, dan
kinestika.
2.
Kesamaan memperoleh kesempatan.
3.
Memperkuat identitas nasional.
4.
Menghadapi abad pengetahuan.
5.
Menyongsong tantangan teknologi informasi dan komunikasi.
6.
Mengembangkan keterampilan hidup.
7.
Mengintegrasikan unsur-unsur penting ke dalam kurikulum.
8.
Pendidikan alterantif.
9.
Berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan.
10. Pendidikan
multikultur.
11. Penilaian
berkelanjutan.
12. Pendidikan
sepanjang hayat.
Nana Syaodih Sukmadinata (2005: 150-155) mengemukakan
bahwa secara garis besar terdapat dua prinsip pengembangan kurikulum, yaitu
prinsip umum dan prinsip khusus.
1. Prinsip Umum
a. Prinsip relevansi
Kurikulum harus memiliki relevansi keluar dan di dalam
kurikulum itu sendiri. Relevansi ke luar maksudnya tujuan, isi, dan proses
belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan,
kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Kurikulum menyiapkan siswa untuk bisa
hidup dan bekerja dalam masyarakat. Kurikulum juga harus memiliki relevansi di
dalam yaitu ada kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen
kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian.
Relevansi internal ini menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum.
b. Prinsip fleksibilitas
Kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur atau
fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak untuk hidup dalam kehidupan pada masa
kini dan masa yang akan datang, di berbagai tempat dengan latar belakang dan
kemampuan yang berbeda-beda. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang
berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuan
berdasarkan kondisi daerah, waktu, maupun kemampuan, dan latar
belakang anak.
c. Prinsip kontinuitas
Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara
berkesinambungan, tidak terputus-putus. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman
yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat
kelas dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan
lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan.
d. Prinsip kepraktisan/efisiensi
Kurikulum mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat
sederhana dan memerlukan biaya murah. Kurikulum yang terlalu menuntut
keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus serta biaya yang mahal
merupakan kurikulum yang tidak praktis dan sukar dilaksanakan.
e. Prinsip efektivitas
Walaupun prinsip kurikulum itu mudah, sederhana, dan
murah, keberhasilannya harus diperhatikan secara kuantitas dan kualitas karena
pengembangan kurikulum tidak dapat dilepaskan dan merupakan penjabaran dari
perencanaan pendidikan.
2. Prinsip Khusus
a. Berkenaan dengan tujuan pendidikan
Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu
pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang bersifat umum
atau berjangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek (khusus).
b. Berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan
Dalam
memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah
ditentukan para perencana kurikulum perlu diperhatikan beberapa hal sebagai
berikut:
1) Perlu
penjabaran tujuan pendidikan/pembelajaran ke dalam bentuk perbuatan hasil
belajar yang khusus dan sederhana.
2) Isi bahan
pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
3) Unit-unit
kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis.
c. Berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar
Pemilihan proses belajar-mengajar yang digunakan
hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1) Apakah
metode/teknik belajar-mengajar yang digunakan cocok untuk mengajarkan bahan
pelajaran?
2) Apakah
metode/teknik-teknik tersebut memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga
dapat melayani perbedaan individual siswa?
3) Apakah
metode/teknik tersebut memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-tingkat?
4) Apakah
metode/teknik tersebut dapat menciptakan kegitan untuk mencapai tujuan
kognitif, afektif, dan psikomotor.
5) Apakah
metode/teknik tersebut lebih mengaktifkan siswa, guru, atau kedua-duanya?
6) Apakah
metode/teknik tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru?
7) Apakah
metode/teknik tersebut menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah dan di
rumah, juga mendorong penggunaan sumber yang ada di rumah dan masyarakat.
8) Untuk menguasai keterampilan sangat
dibutuhkan kegiatan belajar yang menekankan ”learning by doing” selain ”learning
by seeing and knowing”.
d. Berkenaan dengan pemilihan media dan alat
pembelajaran
Proses belajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan
media dan alat-alat bantu pembelajaran yang tepat.
e. Berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.
Penilaian merupakan bagian integral pengajaran, perlu
diperhatikan:
1)
Penyusunan alat penilaian (test)
2)
Perencanaan suatu penilaian
3) Pengolahan
hasil penilian.
C.
Orientasi Pengembangan Kurikulum
Seller dan Miller (1985) mengemukakan bahwa proses
pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terus-menerus. Seller memandang bahwa pengembangan kurikulum harus dimulai dari
menentukan orientasi kurikulum, yakni kebijakan-kebijakan umum, misalnya arah
dan tujuan pendidikan, pandangan tentang hakikat belajar dan hakikat anak
didik, pandangan tentang keberhasilan implementasi kurikulum, dan lain
sebagainya. Berdasarkan orientasi itu selanjutnya dikembangkan kurikulum
menjadi pedoman pembelajaran, diimplementasikan dalam proses pembelajaran dan
dievaluasi. Hasil evaluasi itulah kemudian dijadikan bahan dalam menentukan
orientasi, begitu seterusnya hingga membentuk siklus.
Orientasi pengembangan kurikulum menurut Seller
menyangkut 6 aspek, yaitu :
1. Tujuan
pendidikan menyangkut arah kegiatan pendidikan: artinya hendak dibawa ke mana
siswa yang kita didik itu.
2. Pandangan
tentang anak: apakah anak dipandang sebagai organisme yang aktif atau pasif.
3. Pandangan tentang proses
pembelajaran: apakah proses pembelajaran itu dianggap sebagai proses
transformasi ilmu pengetahuan atau mengubah perilaku anak.
4. Pandangan
tentang lingkungan : apakah lingkungan belajar harus dikelola secara formal
atau secara bebas yang dapat memungkinkan anak bebas belajar.
5. Konsepsi
tentang peranan guru : apakah guru harus berperan sebagai instruktur yang
bersifat otoriter atau guru dianggap sebagai fasilitator yang siap memberi
bimbingan dan bantuan pada anak untuk belajar.
6. Evaluasi
belajar : apakah mengukur keberhasilan ditentukan dengan tes atau non tes.
D.
Model Pengembangan Kurikulum
Model adalah konstruksi yang bersifat teroretis dari
konsep. Menurut Roberts S. Zain dalam bukunya: Curriculum Principles and
Foundation (Dakir, 2004: 95-99), berbagai model dalam pengembangan
kurikulum secara garis besar diutarakan sebagai berikut :
1.
Model
Administratif (Garis Staff atau Top Down)
Pengembangannya
dilaksanakan sebagai berikut.
a.
Atasan membentuk tim yang terdiri atas para pejabat teras
yang berwenang(pengawas pendidikan, Kepsek, dan pengajar inti)
b.
Tim merencanakan konsep rumusan tujuan umum dan rumusan
falsafah yang diikuti.
c.
Dibentuk beberapa kelompok kerja yang anggotanya terdiri
atas para spesialis kurikulum dan staf pengajar.
d.
Hasil kerja direvisi oleh tim atas dasar pengalaman atau
hasil try out.
e.
Setelah try
out yang dilakukan oleh beberapa Kepsek, dan telah direvisi sebelumnya,
baru kurikulum tersebut diimplementasikan.
2.
Model
dari Bawah (Grass-Roats)
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.
Inisiatif pengembangan datang dari bawah (Para pengajar)
b.
Tim pengajar dari beberapa sekolah ditambah narasumber
lain dari orang tua siswa atau masyarakat luas yang relevan.
c.
Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan
d.
Untuk pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintis
diadakan loka karya agar diperoleh input yang diperlukan.
3.
Model
Demonstrasi
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.
Staf pengajar pada suatu sekolah menemukan suatu ide
pengembangan dan ternyata hasilnya dinilai baik.
b.
Kemudian hasilnya disebarluaskan di sekolah sekitar.
4.
Model
Beauchamp
Model ini
dikembangkan oleh G.A. Beauchamp (1964) dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a.
Suatu gagasan
pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas, diperluas di sekolah,
disebarkan di sekolah-sekolah di daerah tertentu baik berskala regional maupun
nasional yang disebut arena.
b.
Menunjuk tim pengembang yang terdiri atas ahli kurikulum,
para ekspert, staf pengajar, petugas bimbingan, dan nara sumber lain.
c.
Tim menyusun tujuan pengajaran, materi, dan pelaksanaan
proses belajar mengajar. Untuk tugas tersebut dibentuk dewan kurikulum sebagai
koordinator yang bertugas juga sebagai penilai pelaksanaan kurikulum, memilih
materi pelajaran baru, menentukan berbagai kriteria untuk memilih
kurikulum mana yang akan dipakai, dan menulis keseluruhan kurikulum yang akan
dikembangkan.
d.
Melaksanakan kurikulum di sekolah
e.
Mengevaluasi kurikulum yang berlaku
5.
Model
Terbalik Hilda Taba
Model
ini dikembangkan oleh Hilda Taba atas dasar data induktif yang disebut model
terbalik karena langkah-langkahnya diawali dengan pencarian data dari lapangan
dengan cara mengadakan percobaan, kemudian disusun teorinya lalu diadakan
pelaksanaan.
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.
Mendiagnosis
kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi, menemukan penilaian, memperhatikan
keluasan dan kedalaman bahan, kemudian menyusun suatu unit kurikulum.
b.
Mengadakan try out.
c.
Mengadakan revisi berdasarkan try out.
d.
Menyusun kerangka kerja teori
e.
Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan
didesiminasikan.
6.
Model
Hubungan Interpersonal dari Rogers
Kurikulum yang dikembangkan hendaknya dapat mengembangkan
individu secara fleksibel terhadap perubahan-perubahan dengan cara melatih diri
berkomunikasi secara interpersonal.
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.
Dibentuk kelompok untuk memperoleh hubungan interpersonal
di tempat yang tidak sibuk.
b.
Kurang lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan
saling tukar pengalaman di bawah pimpinan staf pengajar.
c.
Kemudian
diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas dalam suatu sekolah,
sehingga hubungan interpersonal akan menjadi lebih sempurna, yaitu hubungan
antara guru dengan guru, guru dengan siswa, siswa dengan siswa dalam suasana
yang akrab.
d.
Selanjutnya pertemuan diadakan dengan mengikutsertakan
anggota yang lebih luas lagi, yaitu para pegawai adminstrasi dan orang tua
siswa. Dalam situasi yang demikian diharapkan masing-masing personakan akan
saling menghayati dan lebih akrab, sehingga memudahkan berbagai pemecahan
problem sekolah.
e.
Dengan
langkah-langkah tersebut diharapkan penyusunan kurikulum akan lebih realistis
karena didasari oleh kenyataan-kenyataan yang diharapkan.
7.
Model
Action Research yang Sistematis
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan
kurikulum yaitu adanya hubungan antarmanusia, keadaan organisasi sekolah,
situasi masyarakat, dan otoritas ilmu pengetahuan.
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.
Dirasakan adanya problem proses belajar mengajar di
sekolah yang perlu diteliti.
b.
Mencari sebab-sebab terjadinya problem dan sekaligus
dicari pemecahannya. Kemudian menentukan keputusan apa yang perlu diambil
sehubungan dengan masalah yang timbul tersebut.
c.
Melaksankan keputusan yang telah diambil.
Selanjutnya, menurut Sukmadinata (2005: 81-100),
terdapat beberapa model konsep kurikulum, yaitu 1) Kurikulum Subjek Akademis,
2) Kurikulum Humanistik, 3) Kurikulum Rekonstruksi Sosial, dan 4) Kurikulum
Teknologis.
1.
Kurikulum Subjek Akademis
Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan
klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi masa
lalu. Kurikulum ini dikembangkan berdasarkan pandangan bahwa fungsi pendidikan
adalah memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu. Kurikulum ini
lebih mengutamakan isi pendidikan berupa disiplin ilmu yang telah dikembangkan
secara logis, sistematis, dan solid oleh para ahli. Belajar adalah berusaha
menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah
orang yang menguasai seluruh atau sebgaian besar isi pendidikan yang diberikan
atau disiapkan oleh guru. Guru sebagai penyampai bahan ajar memegang peranan
yang sangat penting. Mereka harus menguasai semua pengetahuan yang ada dalam
kurikulum. Guru adalah yang ”digugu dan ditiru” (diikuti dan
dicontoh).
Pendidikan berdasarkan kurikulum ini lebih bersifat
intelektual. Namun, demikian, dalam perkembangannya sekarang kurikulum ini
secara berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa.
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri
berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi.
a.
Tujuan kurikulum subjek adademis adalah pemberian
pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses
”penelitian”.
b.
Metode yang paling banyak digunakan adalah metode
ekspositori dan inkuiri. Ide-ide (konsep utama) disusun secara sistematis dan
diberi ilustrasi secara jelas, untuk selanjutnya dikaji dan dikuasai siswa.
Para siswa menemukan bahwa kemampuan berpikir dan mengamati digunakan dalam
ilmu kealaman, logika digunakan dalam matematika, bentuk dan perasaan digunakan
dalam seni, serta koherensi dalam sejarah.
c.
Pola organisasi
isi kurikulum berupa correlated curriculum, unified (concentrated
curriculum), integrated curriculum, dan problem solving
curriculum.
d.
Evaluasi pelaksanaan kurikulum ini menggunakan bentuk
evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran.
2.
Kurikulum Humanistik
Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli
pendidikan humanistik berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi(personalized
education) yaitu John Dewey (Progressive Education) dan J.J.
Rousseau(Romantic Education). Aliran ini bertolak dari asumsi bahwa
siswa adalah yang pertama dan uatama dalam pendidikan. Merekan percaya bahwa
siswa mempunyai potensi, punya kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Para
pendidik humanis juga berpegang pada konsep Gestalt, bahwa individu
merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada pembinaan
manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektual, tetapi juga segi
sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai-nilai, dan lain-lain).
Kurikulum humanistik memiliki karakteristik sebagai
berikut.
a.
Tujuan pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang
dinamis yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian,
sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar.
b.
Metode pembelajaran
yang digunakan adalah metode yang menciptakan hubungan emosional yang baik
antara guru dan siswa, memperlancar proses belajar, dan memberikan dorongan
kepada siswa atas dasar saling percaya, tanpa ada paksaan.
c.
Kurikulum menekankan integrasi, yaitu kesatuan perilaku
bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Selain
itu, kurikulum ini juga menekankan pada pemberian pengalaman yang menyeluruh,
bukan terpenggal-penggal. Kurikulum ini kurang mengutamakan sekuens
karena kan mengakibatkan siswa kurang mempunyai kesempatan untuk memperluas dan
memeperdalam aspek-aspek perkembangannya.
d.
Evaluasi dilaksanakan lebih mengutamakan proses daripada
hasil. Kegiatan belajar yang baik adalah yang memberikan pengalaman kepada
siswa untuk memperluas kesadaran dirinya dan mengembangkan potensinya secara
optimal. Dalam kurikulum ini tidak digunakan kriteria pencapaian. Peniaian
bersifat subjektif baik dari guru maupun para siswa.
3.
Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada
problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat dan bersumber pada aliran
pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri,
melainkan kegiatan bersama, inetraksi, atau kerja sama antara siswa dengan
guru, siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya,
dan dengan sumber belajar lainnya.
Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki karakteristik
sebagai berikut.
a.
Tujuan utama
kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman,
hambatan-hambatan, atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Tantangan-tantangan tersebut merupakan bidang garapan
studi sosial yang bersifat universal bisa didekati dari berbagai disiplin ilmu
dan dapat dikaji dalam kurikulum.
b.
Dalam pengajaran rekonstruksi sosial para pengembang
kurikulum berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengann
tujuan siswa. Guru-guru berusaha membantu para siswa menemukan minat dan
kebutuhannya. Pembelajaran diciptakan berupa kerja sama antarsiswa, antarkelompok,
dan antara siswa dengan nara sumber dari masyarakat. Dengan demikian terbentuk
juga saling kebergantungan, saling pengertian, dan konsesnsus. Sejak sekolah
dasar, siswa sudah diharuskan turut serta dalam survey kemasyarakatan serta
kegiatan sosial lainnya. Adapun kelas-kelas tinggi dihadapkan kepada situasi
nyata dan diperkenalkan dengan situasi-situasi ideal. Dengan begitu diharapkan
siswa dapat menciptakan model-model kasar dari situasi yang akan datang.
c.
Pada tingkat sekolah menengah, pola organisasi kurikulum
disusun seperti sebuah roda. Di tengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu
masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno. Dari tema utama
dijabarkan sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi-diskusi kelompok,
latihan-latihan, kunjungan, dan lain-lain. Topik-topik dengan berbagai kegiatan
kelompok ini merupakan jari-jari. Semuakegiatan jari-jari tersebut dirangkum
menjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk.
d.
Evaluasi
diarahkan bukan hanya pada apa yang telah dikuasai siswa, tetapi juga pada
sejauh mana pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat. Penilaian dilaksanakan dengan melibatkan siswa terutama
dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Sebelum
diujikan, soal-soal dinilai terlebih dahulu ketepatannya, keluasan isinya, dan
keampuhannya menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan masyarakat yang
sifatnya kualitatif.
4.
Kurikulum Teknologis.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, di bidang
pendidikan berkembang pula teknologi pendidikan. Aliran ini ada persamaannya
dengan pendidikan klasik, yaitu menekankan isi kurikulum yang tidak diarahkan
pada pemeliharaan dan pengawetan ilmu tersebut tetapi pada penguasaan
kompetensi. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih
sempit/khusus dan akhirnya menjadi prilaku-prilaku yang dapat diamati atau
diukur.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya
kurikulum adalah dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak(software)
dan perangkat keras(hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam
pendidikan dikenal sebagai teknologi alat(tool technology), sedangkan
penerapan teknologi perangkat lunak disebut teknologi sistem(system
technologi).
Kurikulum teknologis memiliki beberapa ciri khusus,
yaitu:
a.
Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang
dirumuskan dalam bentuk perilaku.
b.
Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering
dipandang sebagai proses mereaksi perangsang-perangsang yang diberikan dan
apabila terjadi respon yang diharapkan maka respon tersebut diperkuat.
c.
Bahan ajar atau
isi kurikulum (organisasi bahan ajar) banyak diambil dari disiplin ilmu tetapi
telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan suatu kompetensi.
d.
Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir
suatu pelajaran, suatu unit ataupun semester.
E.
Tahapan Pengembangan Kurikulum
Konsep pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai:
1.
Perekeyasaan (engineering), meliputi empat tahap,
yakni:
a.
Menentukan pondasi atau dasar-dasar yang diperlukan untuk
mengembangkan kurikulum;
b.
Konstrukei ialah mengembangkan model kurikulm yang
diharapkan berdasarkan fondasi tersebut.
c.
Impelementasi, yaitu pelaksanaan kurikulum;
d.
Evaluasi, yaitu menilai kurikulum secara komprehensif dan
sistemik.
2.
Konstruksi, yaitu proses pengembangan secara mikro, yang
pada garis besarnya melalui proses 4 kegiatan, yakni merancang tujuan,
merumuskan materi, menetapkan metode, dan merancang evaluasi. (Hamalik, 2007:
133)
Pengembangan kurikulum berlandaskan manajemen, berarti
melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum erdasarkan pola pikir manajemen,
atau berdasarkan proses manajemen sesuai dengan fungsi-fungsi manajemen, yang
terdiri dari (Hamalik, 2007: 133-134):
Pertama,
|
Perencanaan kurikulum yang
dirancang berdasarkan analisis kebutuhan, menggunakan model tertentu dan
mengacu pada suatu desain kurikulum yang efektif.
|
Kedua,
|
Pengorganisasian kurikulum yang ditata baik secara
struktural maupun secara fungsional.
|
Ketiga,
|
Impelementasi yakni pelaksanaan kurikulum di lapangan
|
Keempat,
|
Ketenagaan dalam pengembangan kurikulum.
|
Kelima,
|
Kontrol kurikulum yang mencakup evaluasi kurikulum.
|
Keenam,
|
Mekanisme pengembangan kurikulum secara menyeluruh.
|
Mekanisme Pengembangan Kurikulum
Tahap 1 : Studi
kelayakan dan kebutuhan
Tahap 2 : Penyusunan
konsep awal perencanaan kurikulum
Tahap 3 : Pengembangan
rencana untuk melaksanakan kurikulum
Tahap 4 : Pelaksanaan
uji coba kurikulum di lapangan
Tahap 5 : Pelaksanaan
kurikulum
Tahap 6 : Pelaksanaan
penilaian dan pemantauan kurikulum
Tahap 7 : Pelaksanaan
perbaikan dan penyesuaian
(Hamalik, 2007: 142-143)
Tahap 1 :
Studi kelayakan dan kebutuhan
Pengembang kurikulum melakukan kegiatan analisis
kebutuhan program dan merumuskan dasar-dasar pertimbangan bagi pengembangan
kurikulum tersebut. Untuk itu si pengembang perlu melakukan studi dokumentasi
dan/atau studi lapangan.
Tahap 2 :
Penyusunan konsep awal perencanaan kurikulum
Konsep awal ini dirumuskan berdasarkan rumusan kemampuan,
selanjutnya merumuskan tujuan, isi, strategi pembelajaran sesuai dengan pola
kurikulum sistemik.
Tahap 3 :
Pengembangan rencana untuk melaksanakan kurikulum
Penyusunan rencana ini mencakup penyusunan silabus,
pengembangan bahan pelajaran dan sumber-sumber material lainnya.
Tahap 4 :
Pelaksanaan uji coba kurikulum di lapangan
Pengujian kurikulum di lapangan dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat keandalannya, kemungkinan pelaksanaan dan keberhasilannya,
hambatan dan masalah-masalah yang timbul dan faktor-faktor pendukung yang
tersedia, dan lain-lain yang berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum.
Tahap 5 :
Pelaksanaan kurikulum
Ada 2 kegiatan yang perlu dilakukan, ialah :
1)
Kegiatan desiminasi, yakni pelaksanaan kurikulum
dalam lingkup sampel yang lebih luas.
2)
Pelaksanaan kurikulum secara menyeluruh yang mencakup
semua satuan pendidikan pada jenjang yang sama.
Tahap 6 : Pelaksanaan
penilaian dan pemantauan kurikulum
Selama pelaksanaan kurikulum perlu dilakukan penialaian
dan pemantauan yang berkenaan dengan desain kurikulum dan hasil pelaksanaan
kurikulum serta dampaknya.
Tahap 7 :
Pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian
Berdasarkan penilaian dan pemantauan kurikulum diperoleh
data dan informasi yang akurat, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan
untuk melakukan pada kurikulum tersebut bila diperlukan, atau melakukan
penyesuaian kurikulum dengan keadaan. Perbaikan dilakukan terhadap beberapa
aspek dalam kurikulum tersebut (Hamalik, 2007: 142-143).
Sedangkan Soetopo dan Soemanto (1986:60-61) mengemukakan
tahapan atau langkah-langkah pengembangan kurikulum makrokospis sebagai
berikut.
1.
Pengaruh faktor-faktor yang mendorong pembaharuan
kurikulum.
a.
Tujuan (objectives) tertentu, yang permulaannya didorong
oleh pengaruh faktor sejarah, sosiologis, filsafah, psikologis, dan ilmu
pengetahuan.
b.
Hasil-hasil penemuan riset dalam interaksi belajar
mengajar.
c.
Tekanan-tekanan, baik yang berasal dari kelompok
penekanan maupun dari pengujian-pengujian eksternal.
2.
Inisiasi Pengembangan.
Proses pengambilan keputusan baik di dalam maupun di luar
sistem pendidikan mengenai suatu pengembangan atau innovasi kurikulum hendak
dilaksanakan.
3.
Inovasi Kurikulum Baru
Kurikulum baru dikembangkan melalui proyek-proyek
pengembangan kurikulum yang harus mengikuti fase-fase:
a.
Penentuan
tujuan-tujuan (objectives) kurikulum.
b.
Produksi ‘materials’ (seperti buku, alat visual,
perangkat) dan penciptaan metode-metode pembelajaran yang sesuai.
c.
Pelaksanaan percobaan-percobaan terbatas pada
sekolah-sekolah.
d.
Evaluasi dan revisi ’material’ dan metode.
e.
Penyebaran yang tak terbatas ’material’ dan metode yang
sudah direvisi.
4.
Difusi (penyebaran) Pengetahuan dan Pengertian tentang
Pengembangan Kurikulum di luar Lembaga-lembaga Pengembangan Kurikulum.
Hasil-hasil percobaan kurikulum disebarluaskan di
sekolah-sekolah dan masyarakat umum melalui penanaman pengertian, sehingga
mereka akan responsif terhadap pembaharuan yang hendak dilaksanakan.
5.
Implementasi Kurikulum yang telah dikembangkan di
sekolah-sekolah
6.
Evaluasi Kurikulum
Para pengembang kurikulum mengadakan penilaian tehadap
kurikulum yang telah dilaksanakan, dengan mendapatkan umpan balik dari para
guru, murid, adminisrtrator sekolah, orang tua siswa, Komite Sekolah, dan
sebagainya.
Kegiatan pengembangan kurikulum dapat dilaksanakan pada
berbagai kondisi atau setting, mulai dari tingkat kelas sampai dengan
tingkat nasional. Kondisi-kondisi itu menurut Hamalik (2007: 104) adalah :
a.
Pengembangan kurikulum oleh guru kelas.
b.
Pengembangan kurikulum oleh sekelompok guru dalam suatu
sekolah.
c.
Pengembangan kurikulum melalui pusat guru (teacher’s
centre’s)
d.
Pengembangan kurikulum pada tingkat daerah
e.
Pengembangan kurikulum dalam/melalui proyek nasional.
BAB
III
KURIKULUM
MATEMATIKA SEKOLAH DI INDONESIA
A.
SEKILAS
TENTANG PERKEMBANGAN KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH DI INDONESIA
Suka atau tidak suka seseorang terhadap matematika, namun tidak dapat
dihindari bahwa hidupnya akan senantiasa bertemu dengan matematika, entah itu
dalam pembelajaran formal, non formal maupun dalam kehidupan praktis
sehari-hari. Matematika merupakan alat bantu kehidupan
dan pelayan bagi ilmu-ilmu yang lain, seperti fisika, kimia, biologi,
astronomi, teknik, ekonomi, farmasi maupun matematika sendiri.
Mungkin diantara kita banyak yang bertanya bukankah saat ini sudah
ada kalkulator dan komputer sehingga matematika sebagai alat bantu kehidupan
menjadi berkurang? Memang benar, dengan kehadiran kedua alat tersebut banyak persoalan
kehidupan yang awalnya mudah menjadi sulit, dan dapat diselesaikan dalam waktu
yang relatif singkat. Namun perlu diketahui bahwa alat-alat tersebut pun juga
menggunakan prinsip matematika. Tanpa adanya prinsip-prinsip dan konsep
matematika kedua alat tersebut yaitu kalkulator dan komputer tidak mungkin ada.
Begitu pentingnya matematika dalam kehidupan maka tidak aneh jika pembelajaran
matematika mengalami perkembangan dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman.
Bagaimanakah perkembangan pembelajaran matematika di dalam negeri?
a.
Matematika
tradisional (Ilmu Pasti)
Setelah Indonesia terlepas dari penjajahan kolonial,
pemerintah berbenah diri menyusun program pendidikan. Matematika diletakkan
sebagai salah satu mata pelajaran wajib. Saat itu pembelajaran matematika lebih
ditekankan pada ilmu hitung dan cara berhitung. Urutan-urutan materi
seolah-olah telah menjadi konsensus masyarakat. Karena seolah-olah sudah
menjadi konsensus maka ketika urutan dirubah sedikit saja protes dan
penentangan dari masyarakat begitu kuat. Untuk pertama kali yang diperkenalkan
kepada siswa adalah bilangan asli dan membilang, kemudian penjumlahan dengan
jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan yang selisihnya positif dan lain
sebagainya.
Kekhasan
lain dari pembelajaran matematika tradisional adalah bahwa pembelajaran lebih
menekankan hafalan dari pada pengertian, menekankan bagaimana sesuatu
itu dihitung bukan mengapa sesuatu itu dihitungnya demikian, lebih
mengutamakan kepada melatih otak bukan kegunaan, bahasa/istilah dan simbol yang
digunakan tidak jelas, urutan operasi harus diterima tanpa alasan, dan seterusnya.
Urutan
operasi hitung pada era pembelajaran matematika tradisional adalah kali, bagi,
tambah dan kurang. Maksudnya bila ada soal dengan menggunakan operasi hitung
maka perkalian harus didahulukan dimanapun letaknya baru kemudian pembagian,
penjumlahan dan pengurangan. Urutan operasi ini mulai tahun 1974 sudah tidak
dipandang kuat lagi banyak kasus yang dapat digunakan untuk menunjukkan
kelemahan urutan tersebut.
Contoh
12 : 3 jawabanya adalah 4, dengan tanpa memberi tanda kurung, soal di atas ekuivalen dengan 9 + 3 : 3, berdasar urutan operasi yaitu bagi dulu baru jumlah dan hasilnya adalah 10. Perbedaan hasil inilah yang menjadi alasan bahwa urutan tersebut kurang kuat.
12 : 3 jawabanya adalah 4, dengan tanpa memberi tanda kurung, soal di atas ekuivalen dengan 9 + 3 : 3, berdasar urutan operasi yaitu bagi dulu baru jumlah dan hasilnya adalah 10. Perbedaan hasil inilah yang menjadi alasan bahwa urutan tersebut kurang kuat.
Sementara
itu cabang matematka yang diberikan di sekolah menengah pertama adalah aljabar
dan Ilmu ukur (geometri) bidang. Geometri ini diajarkan secara terpisah dengan
geometri ruang selama tiga tahun. Sedangkan yang diberikan di sekolah menengah
atas adalah aljabar, geometri ruang, goneometri, geometri lukis, dan sedikit
geometri analitik bidang. Geometri ruang tidak diajarkan serempak dengan
geometri ruang, geomerti lukis adalah ilmu yang kurang banyak diperlukan dalam
kehidupan sehingga menjadi abstrak dikalangan siswa.
b.
Pembelajaran
Matematika Modern
Pengajaran
matematika modern resminya dimulai setelah adanya kurikulum 1975. Model
pembelajaran matematika modern ini muncul karena adanya kemajuan teknologi. Di
Amerika Serikat perasaan adanya kekurangan orang-orang yang mampu menangani senjata,
rudal dan roket sangat sedikit, mendorong munculnya pembaharuan pembelajaran
matematika. Selain itu penemuan-penemuan teori belajar mengajar oleh J. Piaget,
W Brownell, J.P Guilford, J.S Bruner, Z.P Dienes, D.Ausubel, R.M Gagne dan
lain-lain semakin memperkuat arus perubahan model pembelajaran matematika.
W.
Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar
bermakna dan berpengertian. Teori ini sesuai dengan teori Gestalt yang
muncul sekitar tahun 1930, dimana Gestalt menengaskan bahwa latihan hafal atau
yang sering disebut drill adalah sangat penting dalam pengajaran
namun diterapkan setelah tertanam pengertian pada siswa.
Dua
hal tersebut di atas memperngaruhi perkembangan pembelajaran matematika di
Indonesia. Berbagai kelemahan seolah nampak jelas, pembelajaran kurang
menekankan pada pengertian, kurang adanya kontinuitas, kurang merangsang anak
untuk ingin tahu, dan lain sebagainya. Ditambah lagi masyarakat dihadapkan
pada kemajuan teknologi. Akhirnya Pemerintah merancang program pembelajaran
yang dapat menutupi kelemanahn-kelemahan tersebut. Muncullah kurikulum 1975
dimana matematika saat itu mempunyai karakteristik sebagai berikut ;
1) Memuat
topik-topik dan pendekatan baru. Topik-topik baru yang muncul adalah himpunan,
statistik dan probabilitas, relasi, sistem numerasi kuno, penulisan lambang
bilangan non desimal.
2)
Pembelajaran
lebih menekankan pembelajaran bermakna dan berpengertian dari pada hafalan dan
ketrampilan berhitung.
3)
Program
matematika sekolah dasar dan sekolah menengah lebih kontinyu.
4)
Pengenalan
penekanan pembelajaran pada struktur.
5)
Programnya dapat
melayani kelompok anak-anak yang kemampuannya hetrogen.
6)
Menggunakan
bahasa yang lebih tepat.
7)
Pusat pengajaran
pada murid tidak pada guru.
8)
Metode
pembelajaran menggunakan meode menemukan, memecahkan masalah dan teknik
diskusi.
9) Pengajaran
matematika lebih hidup dan menarik.
c.
Kurikulum
Matematika 1984
Pembelajaran
matematika pada era 1980-an merupakan gerakan revolusi matematika kedua,
walaupun tidak sedahsyat pada revolusi matematika pertama atau matematika
modern. Revolusi ini diawali oleh kekhawatiran negara maju yang akan disusul
oleh negara-negara terbelakang saat itu, seperti Jerman barat, Jepang, Korea,
dan Taiwan. Pengajaran matematika ditandai oleh beberapa hal yaitu adanya
kemajuan teknologi muthakir seperti kalkulator dan komputer.
Perkembangan
matematika di luar negeri tersebut berpengaruh terhadap matematika dalam
negeri. Di dalam negeri, tahun 1984 pemerintah melaunching kurikulum baru,
yaitu kurikulum tahun 1984. Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut
antara lain, adanya sarat materi, perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah
dari segi teknologi, adanya perbedaan kesenjangan antara program kurikulum di
satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak lain, belum
sesuainya materi kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, CBSA (cara
belajar siswa aktif) menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum
tersebut.
Dalam
kurikulum ini siswa di sekolah dasar diberi materi aritmatika sosial, sementara
untuk siswa sekolah menengah atas diberi materi baru seperti komputer. Hal lain
yang menjadi perhatian dalam kurikulum tersebut, adalah bahan bahan baru yang
sesuai dengan tuntutan di lapangan, permainan geometri yang mampu mengaktifkan
siswa juga disajikan dalam kurikulum ini.
Sementara
itu langkah-langkah agar pelaksanaan kurikulum berhasil adalah melakukan
hal-hal sebagai berikut;
1)
Guru supaya
meningkatkan profesinalisme
2)
Dalam buku paket
harus dimasukkan kegiatan yang menggunakan kalkulator dan computer
3)
Sinkronisasi dan
kesinambungan pembelajaran dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan
4)
Pengevaluasian
hasil pembelajaran
5) Prinsip
CBSA di pelihara terus
d.
Kurikulum
Tahun 1994
Kegiatan
matematika internasional begitu marak di tahun 90-an. walaupun hal itu bukan
hal yang baru sebab tahun tahun sebelumnya kegiatan internasional seperti
olimpiade matematika sudah berjalan beberapa kali. Sampai tahun 1977 saja sudah
19 kali diselenggarakan olimpiade matematika internasional. Saat itu Yugoslavia
menjadi tuan rumah pelaksanaan olimpiade, dan yang berhasil mendulang medali
adalah Amerika, Rusia, Inggris, Hongaria, dan Belanda.
Indonesia
tidak ketinggalan dalam pentas olimpiade tersebut namun jarang mendulang
medali. (tahun 2004 dalam olimpiade matematika di Athena, lewat perwakilan
siswa SMU 1 Surakarta atas nama Nolang Hanani merebut medali). Keprihatinan
tersebut diperparah dengan kondisi lulusan yang kurang siap dalam kancah
kehidupan. Para lulusan kurang mampu dalam menyelsaikan problem-probelmke
hidupan dan lain sebagainya. Dengan dasar inilah pemerintah berusaha
mengembangkan kurikulum baru yang mampu membekali siswa berkaitan dengan
problem-solving kehidupan. Lahirlah kurikulum tahun 1994.
Dalam
kurikulm tahun 1994, pembelajaran matematika mempunyai karakter yang khas,
struktur materi sudah disesuaikan dengan psikologi perkembangan anak, materi
keahlian seperti komputer semakin mendalam, model-model pembelajaran matematika
kehidupan disajikan dalam berbagai pokok bahasan. Intinya pembelajaran
matematika saat itu mengedepankan tekstual materi namun tidak melupakan hal-hal
kontekstual yang berkaitan dengan materi. Soal cerita menjadi sajian menarik
disetiap akhir pokok bahasan, hal ini diberikan dengan pertimbangan agar siswa
mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari.
e.
Kurikulum
tahun
2004
Setelah
beberapa dekade dan secara khusus sepuluh tahun berjalan dengan kurikulum 1994,
pola-pola lama bahwa guru menerangkan konsep, guru memberikan contoh, murid
secara individual mengerjakan latihan, murid mengerjakan soal-soal pekerjaan
rumah hanya kegiatan rutin saja disekolah, sementara bagaimana keragaman
pikiran siswa dan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasannya kurang menjadi
perhatian.
Para
siswa umumnya belajar tanpa ada kesempatan untuk mengkomunikasikan gagasannya,
mengembangkan kreatifitasnya. Jawaban soal seolah membatasi kreatifitas dari
siswa karena jawaban benar seolah-lah hanya otoritas dari seorang guru.
Pembelajaran seperti paparan di atas akhirnya hanya menghasilkan lulusan yang
kurang terampil secara matematis dalam menyelesaikan persoalah-persoalan
seharai-hari. Bahkan pembelajaran model di atas semakin memunculkan kesan kuat
bahwa matematika pelajaran yang sulit dan tidak menarik.
Tahun
2004 pemerintah melaunching kurikulum baru dengan nama kurikulum berbasis
kompetesi. Secara khusus model pembelajaran matematika dalam kurikulum tersebut
mempunyai tujuan antara lain;
1) Melatih
cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan
penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkankesamaan, perbedaan,
konsistensi dan inkonsistensi
2) Mengembangkan
aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan
mengembangkan divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan,
serta mencoba-coba.
3)
Mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah
Mengembangkan kewmapuan
menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui
pembicaraan lisan, catatan, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
B.
KOMPETENSI
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi informasi, yang berjalan
cepat dan semakin cepat dalam dua dasawarsa ini merupakan salah satu tanda
globalisasi. Kemajuan tersebut telah mempengaruhi peradaban manusia sedemikian
luas melebihi abad-abad sebelumnya. Pengaruh tersebut dapat dilihat pada
pergeseran tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang memerlukan keseimbangan
baru antara nilai-nilai, pemikiran, serta cara-cara kehidupan yang berlaku pada
konteks lokal dan global. Pada masa sekarang, hanya negara yang mempunyai
pemahaman dan kearifan tentang proses dan ancaman globalisasi yang akan
mempunyai kesempatan untuk dapat bertahan hidup, produktif, sejahtera, damai,
dan aman dalam masyarakatnya dan masyarakat dunia (Ella Yulaelawati, 2004: 17)
Kehidupan
damai, sejahtera, dan diperhitungkan dalam masyarakat dunia tidak dapat lagi
hanya dimaknai dan dikaitkan dengan banyaknya sumber daya alam. Tetapi harus
diartikan dengan tingginya daya saing, daya suai, dan kompetensi suatu bangsa.
Dengan ketiga hal tersebut, maka akan lebih mudah bagi suatu bangsa untuk
mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain yang telah jauh lebih maju.
Tingginya daya saing memerlukan kompetensi yang tinggi pula karena pada abad
pengetahuan ini dinamika politik sebuah negara di kancah global sangat
dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi suatu
negara sangat dipengaruhi oleh kompetensi sumber daya manusianya.
Pada
abad pengetahuan ini diperlukan masyarakat berpengetahuan yang belajar
sepanjang hayat sehingga tidak seorang pun dibolehkan untuk tidak memperoleh
pengetahuan dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan
yang harus dikuasai oleh masyarakat sangat beragam dan berkualitas. Untuk itu
diperlukan kurikulum yang mampu menjadi wahana pencapaian pengetahuan dan
keterampilan tersebut. Kurikulum yang demikian sering disebut dengan kurikulum
berbasis kompetensi.
Berdasarkan
teori, secara umum kompetensi dapat didefinisikan sebagai sekumpulan
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai sebagai kinerja yang berpengaruh
terhadap peran, perbuatan, prestasi, serta pekerjaan orang. Dengan demikian,
kompetensi dapat diukur dengan standar umum serta dapat ditingkatkan melalui
pendidikan dan pelatihan (Ella Yulaelawati, 2004: 13).
Kurikulum
berbasis kompetensi diharapkan dapat menciptakan lulusan yang kompeten dan
cerdas dalam membangun identitas, budaya, serta bangsanya. Hal ini didasarkan
pada pandangan bahwa kompetensi dalam kurikulum dikembangkan dengan maksud
untuk memberikan keterampilan dan keahlian daya saing serta berdaya suai untuk
bertahan dalam perubahan, pertentangan, ketidaktentuan, dan kerumitan-kerumitan
kehidupan (Ella Yulaelawati, 2004: 18).
Menurut
Ella Yulaelawati (2004: 19), pemilikan kompetensi secara mendasar dapat
menumbuhkan jiwa produktif dan kepemimpinan. Suatu bangsa yang kuat dan dapat
dipercaya memerlukan tenaga kerja yang mempunyai standar kompetensi yang tinggi
untuk memenuhi tantangan persaingan serta perubahan teknologi. Bangsa yang
dapat memberikan dan menggunakan standar kompetensi tinggi pada peserta didik
sebagai usaha mewujudkan pencapaian tujuan pendidikan nasional dapat
menghasilkan sumber daya manusia yang mampu bekerja, bertahan, menyesuaikan
diri, serta mampu bersaing dlaam kehidupan yang beradab dan bermartabat.
C.
PENGEMBANGAN
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta
kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan
peserta didik. (BSNP, 2006: 1). Rumusan tersebut mengandung pokok-pokok pikiran sebagai
berikut:
1)
Kurikulum merupakan suatu rencana/perencanaan;
2)
Kurikulum merupakan pengaturan, berarti mempunyai
sistematika dan struktur tertentu;
3)
Kurikulum memuat isi dan bahan pelajaran, menunjuk kepada
perangkat mata ajaran atau bidang pengajaran tertentu;
4)
Kurikulum mengandung cara, metode, atau strategi
penyampaian bahan pengajaran;
5)
Kurikulum merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran;
6)
Kendatipun tidak tertulis, namun telah tersirat di dalam
kurikulum, yakni kurikulum dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan;
7)
Berdasarkan butir 6, maka kurikulum sebenarnya merupakan
alat pendidikan.
KTSP
adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan, dan silabus.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menyatakan: “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”. Seiring dengan amanat dalam UU tersebut di atas, maka pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Standar
nasional pendidikan terdiri atas: standar isi (SI), standar proses, standar
kompetensi lulusan (SKL), standar tenaga kependidikan, standar sarana dan
prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian
pendidikan. Dua dari standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi
(SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan
pendidikan dalam pengembangan KTSP (BSNP, 2006:1).
Pengembangan
KTSP harus memperhatikan pilar-pilar pendidikan yang berkembang di abad ini:
1)
Belajar untuk
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2)
Belajar untuk
memahami dan menghayati,
3)
Belajar untuk
mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
4)
Belajar untuk
hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
5)
Belajar untuk
membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan (BSNP, 2006: 2)
Pilar-pilar
pembelajaran yang dirumuskan BSNP di atas merupakan hasil kajian terhadap 6
pilar pendidikan yang direkomendasikan oleh UNESCO. Keenam pilar pendidikan
yang dimaksud adalah (Mastuhu, 2003: 132 – 135):
1)
Learning to Know
Maksudnya adalah bukan
sebatas mengetahui dan memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan
dan mengingat selama-lamanya dengan setepat-tepatnya sesuai dengan petunjuk
pelaksanaan yang telah diberikan. Tetapi kemampuan memahami makna di balik
materi ajar yang telah diterimanya.
2)
Learning to Do
Maksudnya bukanlah
kemampuan berbuat yang mekanis dan pertukangan tanpa pemikiran, tetapi action
in thinking, berbuat dengan berpikir, learning by doing. Dengan
demikian, peserta didik akan terus belajar bagaimana memperbaiki dan
menumbuhkembangkan kerja, juga bagaimana mengembangkan teori atau konsep
intelektualitasnya. Learning to Do juga dimaksudkan untuk menuntun
peserta didik mengenal hubungan antara berkarya dan beriman menurut keyakinan
agamanya. Esensi bekerja bukan semata-mata mencari uang, tetapi adalah belajar.
3)
Learning to Be
Manusia di zaman modern
ini dapat hanyut ditelan masa jika ia tidak berpegang teguh pada jati dirinya. Learning
to Be akan menuntun peserta didik menjadi ilmuwan sehingga mampu menggali
dan menentukan nilai kehidupannya sendiri dalam hidup di masyarakat sebagai
hasil belajarnya.
4)
Learning to Live
Together
Pilar ini menuntun
seseorang untuk dapat hidup bermasyarakat dan menjadi manusia berpendidikan
yang bermanfaat baik bagi diri dan masyarakatnya, maupun bagi seluruh umat
manusia.
5)
Learn How to
Learn
Dalam hidup dan kehidupnnya,
manusia akan senantiasa dihadapkan dengan masalah. Ibaratnya
6)
Learning
Throughout Life
1.
Landasan
Pengembangan KTSP
2.
Prinsip-Prinsip
Pengembangan KTSP
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi
(BSNP, 2006: 5 – 7), yaitu :
1.
Berpusat
pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa
peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut
pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
2.
Beragam dan
terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi
daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku,
budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum
meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan
pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan
kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
3.
Tanggap
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi
kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4.
Relevan
dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan
dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi
pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan
kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan
keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan
akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
5.
Menyeluruh
dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup
keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang
direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang
pendidikan.
6.
Belajar
sepanjang hayat. kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan,
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal,
nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan
yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7.
Seimbang
antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. kurikulum
dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah
untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan
nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan
dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pemenuhan
prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu kurikulum
tingkat satuan pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya
sering kali terabaikan. karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh
atau jiwanya kurikulum dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang
lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari
kurikulum . padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna
memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.
BAB
IV
MATEMATIKA
SEKOLAH
A.
Hakikat
Matematika dan Matematika Sekolah
Matematika
merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,
mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir
manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa
ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar,
analisis, teori peluang dan matematika diskrit.
Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan
penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Mata
pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari
sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Standar
kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam dokumen ini disusun sebagai
landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Selain
itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam
pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan
simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Pendekatan
pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup
masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak
tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah,
membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.
Dalam
setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan
masalah yang sesuai dengan situasi (contextual
problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara
bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan
keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Selain itu,
perlu ada pembahasan mengenai bagaimana matematika banyak diterapkan dalam
teknologi informasi sebagai perluasan pengetahuan peserta didik.
B.
Tujuan
Pembelajaran Matematika Sekolah
Berdasarkan PERMENDIKNAS No. 22 Tahun 2006, Mata pelajaran matematika bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan berikut:
1.
Memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau
algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2.
Menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3.
Memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4.
Mengomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah
5.
Memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah.
Penjelasan
dari tiap tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Memahami
konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam
pemecahan masalah.
Objek dalam
pembelajaran matematika adalah: fakta, konsep, prinsip, dan skills
(Bells dalam Setiawan: 2005). Objek tersebut menjadi perantara bagi siswa dalam
menguasai kompetensi-kompetensi dasar (KD) yang dimuat dalam SI mata pelajaran
matematika.
Fakta
adalah sebarang kemufakatan dalam matematika. Fakta matematika meliputi istilah
(nama), notasi (lambang), dan kemufakatan (konvensi).
Contoh
fakta: Kaitan kata “lima” dan simbol “5”. Kaitan tanda “=“ dengan kata “sama
dengan”. Kesepakatan pada garis bilangan: sebelah kanan O adalah positif,
sebelah kiri O adalah negatif.
Konsep adalah
ide (abstrak) yang dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk
mengelompokkan/menggolongkan sesuatu objek. Suatu konsep biasa dibatasi dalam
suatu ungkapan yang disebut definisi. “Segitiga” adalah suatu konsep yang dapat
digunakan untuk mengelompokkan bangun datar, yaitu yang masuk dalam pengertian
“segitiga” dan “yang tidak termasuk dalam pengertian segitiga”. Beberapa konsep
merupakan pengertian dasar yang dapat ditangkap secara alami (tanpa
didefinisikan).
Contoh
konsep: konsep himpunan. Beberapa konsep lain diturunkan dari konsep konsep
yang mendahuluinya, sehingga berjenjang. Konsep yang diturunkan tadi dikatakan
berjenjang lebih tinggi daripada konsep yang mendahuluinya. Contoh: konsep
tentang relasi – fungsi – korespondensi satu-satu.
Prinsip adalah
rangkaian konsep-konsep beserta hubungannya. Umumnya prinsip berupa pernyataan.
Beberapa prinsip merupakan prinsip dasar yang dapat diterima kebenarannya
secara alami tanpa pembuktian. Prinsip dasar ini disebut aksioma atau postulat.
Contoh
Prinsip: Dua segitiga dikatakan kongruen jika dua pasang sisinya sama panjang
dan sudut yang diapit kedua sisi itu sama besar.
Persegi panjang
dapat menempati bingkainya dengan empat cara.
Skill atau
keterampilan dalam matematika adalah kemampuan
pengerjaan (operasi) dan prosedur yang harus dikuasai oleh siswa dengan
kecepatan dan ketepatan yang tinggi, misalnya operasi hitung, operasi himpunan.
Beberapa keterampilan ditentukan oleh seperangkat aturan atau instruksi atau
prosedur yang berurutan, yang disebut algoritma, misalnya prosedur
menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel.
Pada
intinya tujuan pertama itu tercapai bila siswa mampu memahami konsep-konsep
matematika. Mencermati tujuan pertama dari mata pelajaran matematika dalam
hubungannya dengan objek matematika yang menjadi perantara siswa dalam
mempelajari KD-KD pada SI maka dapat dikatakan bahwa konsep matematika yang
dimaksud pada tujuan pertama meliputi fakta, konsep, prinsip, dan skill atau
algoritma. Dalam kaitan itu pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen
Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah
diuraikan bahwa indikator siswa memahami konsep matematika adalah mampu:
1)
menyatakan ulang
sebuah konsep,
2)
mengklasifikasi
objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya,
3)
memberi contoh
dan bukan contoh dari suatu konsep,
4)
menyajikan
konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis,
5)
mengembangkan
syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep,
6)
menggunakan dan
memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu,
7)
mengaplikasikan
konsep atau algoritma pada pemecahan masalah.
Contoh ilustrasi
hasil belajar lingkup pemahaman konsep sebagai berikut.
Ketika siswa
belajar KD 2.3 Kelas VII Semester 1 yaitu ‘Menyelesaikan persamaan linear satu
variabel’, maka ia harus terampil menyelesaikan persamaan linear satu variable
(PLSV). Agar memiliki kemampuan seperti itu maka siswa harus paham konsep PLSV
dan algoritma menyelesaikan PLSV atau memahami prinsip (dalil) kesetaraan. Bila
itu terwujud maka ia dikatakan mampu menyelesaikan PLSV. Kemampuan itu
lingkupnya adalah pemahaman konsep.
2.
Menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
Penalaran adalah
suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau
proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar
pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan
sebelumnya (Fadjar Shadiq, 2003).
Materi
matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran
dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika (Depdiknas dalam
Fadjar Shadiq, 2005).
Contoh hasil
penalaran:
1.
Jika besar dua
sudut dalam segitiga 60° dan 100° maka besar sudut yang ketiga adalah 20°.
2.
Jika (x − 1)(x +
10) = 0 maka x = 1 atau x = −10
3.
Sekarang Ani
berumur 15 tahun. Umur Dina 2 tahun lebih tua dari Ani. Jadi, sekarang umur
Dina 17 tahun.
Pernyataan yang
tercetak tebal adalah hasil penalaran.
Penalaran
Induktif dan Deduktif
Ada
dua cara untuk menarik kesimpulan yaitu secara induktif dan deduktif,
sehingga dikenal istilah penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran
induktif adalah proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta
atau kejadian-kejadian khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu
kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran deduktif merupakan proses
berpikir untuk menarik kesimpulan tentang hal khusus yang berpijak pada hal
umum atau hal yang sebelumnya telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya.
Tentang
penalaran deduktif, perhatikan pernyataan dari Depdiknas dalam Fadjar Shadiq
(2005) berikut ini: “Unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran
deduktif yang bekerja atas dasar asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau
pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya”.
1)
Contoh siswa
mampu melakukan penalaran induktif misalnya siswa mampu menyimpulkan bahwa
jumlah sudut dalam suatu segitiga adalah 1800 setelah melakukan kegiatan memotong tiga
sudut pada berbagai bentuk segitiga (lancip, tumpul, siku-siku) kemudian tiga
sudut yang dipotong pada tiap segitiga dirangkai sehingga membentuk sudut
lurus. Atau siswa dikatakan mampu melakukan penalaran secara induktif setelah
mengukur tiap sudut pada berbagai bentuk segitiga dengan busur derajat kemudian
menjumlahkannya.
2)
Contoh siswa
mampu melakukan penalaran deduktif misalnya siswa mampu melakukan pembuktian
bahwa jumlah sudut dalam segitiga itu 1800 dengan menggunakan
prinsip tentang sifat sudut pada dua garis sejajar yang dipotong oleh garis
ketiga (sehadap, berseberangan, sepihak) yang sudah dipelajarinya seperti
berikut ini.
Ð A = Ð C3
(sudut sehadap)
Ð B = Ð C2
(sudut dalam berseberangan)
Ð C = Ð C1
Ð A + Ð B + Ð C
= Ð C1 + Ð C2 + Ð C3 = 180° (sudut lurus)
Mencermati
tujuan kedua dari mata pelajaran matematika maka pada intinya tujuan ini
tercapai bila siswa mampu melakukan penalaran. Siswa dikatakan mampu
melakukan penalaran bila ia mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Dalam kaitan itu pada
penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004
tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah diuraikan bahwa indikator siswa
memiliki kemampuan dalam penalaran adalah mampu:
1)
mengajukan
dugaan,
2)
melakukan
manipulasi matematika,
3)
menarik
kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran
solusi,
4)
menarik
kesimpulan dari pernyataan,
5)
memeriksa
kesahihan suatu argumen,
6)
menemukan pola
atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
3.
Memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
Salah satu
kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa dalam belajar matematika adalah
kemampuan memecahkan masalah atau problem solving. Apa
yang dimaksud memecahkan masalah (problem solving)?
Sebelum
mempelajari maksud dari problem solving, terlebih dahulu kita bahas tentang
maksud dari problem atau masalah. Setiap penugasan dalam belajar matematika
untuk siswa dapat digolongkan menjadi dua hal yaitu exercise atau
latihan dan problem atau masalah (Lenchner, 1983). Exercise (latihan)
merupakan tugas yang langkah penyelesaiannya sudah diketahui siswa. Pada
umumnya suatu latihan dapat diselesaikan dengan menerapkan secara langsung satu
atau lebih algoritma. Problem lebih kompleks daripada latihan karena
strategi untuk menyelesaikannya tidak langsung tampak. Dalam menyelesaikan
problem siswa dituntut kreativitasnya. Perhatikan contoh-contoh berikut.
Contoh-1:
Tentukan dua
bilangan yang belum diketahui pada pola bilangan berikut ini.
1. 1, 8, 27, 64,
..., ...
2. 9, 61, 52,
63, ..., ...
Pertanyaan
refleksi (setelah mengerjakan soal):
1)
Apakah dengan
menerapkan suatu konsep atau algoritma pada soal 1, penyelesaian soal dapat
dengan serta merta langsung diperoleh? Jelaskan!
2)
Apakah dengan
menerapkan suatu konsep atau algoritma pada soal 2, penyelesaian soal dapat
dengan serta merta langsung diperoleh?
3)
Mana yang lebih
menantang, soal 1 atau soal 2?
4)
Mana yang lebih
memerlukan kreativitas dalam menyelesaikannya, soal 1 atau soal 2?
Contoh-2:
Suatu saat Anda
menyodorkan sekumpulan mata uang logam kepada siswa. Kumpulan uang logam
terdiri dari: 3 keping uang dua ratusan, 2 keping uang lima ratusan dan 1
keping uang ribuan. Berikan pertanyaan berikut ini kepada siswa.
a)
Ada berapa macam
keping mata uang pada kumpulan uang logam itu?
b)
Ada berapa buah
keping uang pada kumpulan uang logam itu?
c)
Berapa total
nilai uang pada kumpulan uang logam itu?
d)
Kelompok keping
uang manakah yang nilainya paling besar? Manakah yang nilainya paling kecil?
e)
Berapa macam
nilai uang berbeda yang dapat ditentukan dari keeping uang atau keping-keping
uang yang semacam?
f)
Berapa macam
nilai uang berbeda yang dapat ditentukan dari kepingkeping uang yang terdiri
dari dua macam?
g)
Berapa macam
nilai uang berbeda yang dapat ditentukan dari kepingkeping uang yang terdiri
dari tiga macam?
h)
Ada berapa macam
nilai uang sama yang kombinasi kepingnya berbeda?. Tunjukkan nilai dan
kombinasinya.
Pertanyaan
refleksi (setelah mengerjakan soal):
a.
Apakah kualitas
empat pertanyaan pertama berbeda dengan kualitas empat pertanyaan berikutnya?
b.
Manakah
pertanyaan yang dapat diselesaikan dengan pengecekan sederhana pada bendanya atau
dengan prosedur berhitung (penjumlahan) rutin yang biasa dilakukan?
c.
Manakah
pertanyaan yang tidak dapat diselesaikan dengan proses rutin yang biasa
dilakukan, sehingga dalam menyelesaikannya terlebih dahulu siswa dituntut
menentukan metode pemecahan yang tepat? Apakah untuk menyelesaikannya
diperlukan kreativitas?
d.
Apakah proses
menjawab pertanyaan nomor 1 s.d. 4 relatif berbeda (baru) bila dibandingkan
dengan menjawab pertanyaan nomor 5 s.d. 8?
e.
Apakah
pertanyaan nomor 1 s.d. 4 itu dapat dikelompokkan sebagai pertanyaan untuk
‘latihan’ atau excercises dalam rangka memahami atau menguatkan konsep?
Mengapa?
f.
Apakah
pertanyaan nomor 5 s.d. 8 dapat dikelompokkan sebagai pertanyaan dengan
kategori problem atau masalah. Mengapa?
g.
Manakah
pertanyaan yang menuntut kemampuan penalaran yang memadai?
h.
Manakah
pertanyaan yang menuntut kemampuan komunikasi matematis?
Setelah
mencermati pertanyaan-pertanyaan di atas dan menjawabnya, pertanyaan berikutnya
adalah: Apakah masalah (problem) dan pemecahan masalah itu?
Perhatikan
dua hal berikut ini.
1.
Suatu pertanyaan
atau tugas akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan atau tugas itu
menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu
prosedur rutin yang sudah diketahui oleh penjawab pertanyaan.
2.
Suatu masalah
bagi seseorang dapat menjadi bukan masalah bagi orang lain karena ia sudah
mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya.
Perhatikan
dua soal pada contoh-1 di atas. Bila ditinjau dari materi soal maka untuk
menyelesaikan soal nomor 1 cara-caranya pastilah sudah diketahui oleh semua
siswa karena telah dipelajari, yaitu saat membahas tentang bilangan berpangkat
tiga. Untuk menyelesaikan soal nomor 2 siswa umumnya belum tahu caranya secara
langsung (kecuali bila guru telah memberikannya sebagai contoh). Oleh karena
itu soal nomor 1 tidak dapat digolongkan sebagai masalah, sedang soal nomor 2
dapat digolongkan sebagai masalah.
Bila
ditinjau dari pengalaman tiap siswa, dapat terjadi soal nomor 1 dan 2 keduanya
menjadi kendala (masalah), karena ia tidak tahu atau paham bagaimana prosedur
menyelesaikan kedua soal itu meskipun soal itu sudah pernah dipelajari. Namun
bagi siswa lain mungkin keduanya bukan menjadi masalah karena ia telah pernah
mengetahui dan paham tentang prosedur menyelesaikan kedua soal itu. Dalam hal
ini yang dimaksud masalah lebih dikaitkan dengan materi soalnya atau
materi penugasan dan pengalaman siswa, bukan dikaitkan dengan seberapa jauh
kendala atau hambatan hasil belajar matematikanya. Merujuk pada maksud dari
‘masalah atau problem’ itu, apa yang dimaksud dengan pemecahan masalah?
Pemecahan
masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah
diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal. Dengan
demikian ciri dari pertanyaan atau penugasan berbentuk pemecahan masalah
adalah: (1) ada tantangan dalam materi tugas atau soal, (2) masalah tidak
dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin yang sudah diketahui
penjawab.
Pada
intinya tujuan ketiga itu tercapai bila siswa mampu memecahkan
masalah atau melakukan problem solving. Mencermati tujuan ketiga
dari mata pelajaran matematika maka siswa dikatakan mampu memecahkan masalah
bila ia memiliki kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Dalam kaitan
itu pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor
506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah diuraikan bahwa
indikator siswa memiliki kemampuan dalam pemecahan masalah adalah
mampu:
1.
menunjukkan
pemahaman masalah,
2.
mengorganisasi
data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah,
3.
menyajikan
masalah secara matematik dalam berbagai bentuk,
4.
memilih
pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat,
5.
mengembangkan
strategi pemecahan masalah,
6.
membuat dan
menafsirkan model matematika dari suatu masalah dan
7.
menyelesaikan
masalah yang tidak rutin.
4.
Mengomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah
Gagasan dan
pikiran seseorang dalam menyelesaikan permasalahan matematika dapat dinyatakan
dalam kata-kata, lambang matematis, bilangan, gambar, maupun tabel. Cockroft
(1986) dalam Fadjar Shadiq (2003) menyatakan bahwa matematika merupakan alat
komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan. Komunikasi
ide-ide, gagasan pada operasi atau pembuktian matematika banyak melibatkan
kata-kata, lambang matematis, dan bilangan.
Banyak
persoalan ataupun informasi disampaikan dengan bahasa matematika, misalnya
menyajikan persoalan atau masalah ke dalam model matematika yang dapat berupa
diagram, persamaan matematika, grafik, ataupun tabel. Mengkomunikasikan
gagasan dengan matematika lebih praktis, sistematis, dan efisien (Depdiknas
dalam Fadjar Shadiq, 2003). Contoh: Notasi 30 × 3 antara lain menyatakan:
1.
Luas permukaan
kolam dengan ukuran panjang 30 meter dan lebar 3 meter.
2.
Banyak roda pada
30 becak/bemo.
3.
Banyaknya pensil
dalam 30 kotak yang masing-masing kotak berisi 3 pensil.
Contoh di atas
menunjukkan bahwa satu notasi dapat digunakan untuk beberapa hal namun tidak
membingungkan dan masing-masing mempunyai kekuatan argumen.
Dalam
kaitan dengan tujuan keempat ini, siswa dikatakan mampu dalam
komunikasi secara matematis bila ia mampu mengkomunikasikan gagasan
dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah.
Contoh ilustrasi
bahwa siswa mampu melakukan komunikasi secara matematis sebagai berikut.
Misalkan siswa
mendapat tugas dari guru sebagai berikut: “Gambarlah sebarang segitiga lancip,
siku-siku, dan tumpul. Dengan busur derajat, ukurlah besar tiap sudut pada tiap
segitiga. Jumlahkan sudut-sudut hasil pengukuran pada tiap segitiga. Apa yang
dapat kamu simpulkan?”.
Siswa dikatakan mampu
melakukan komunikasi matematis dengan baik pada tugas tersebut bila ia
mampu memperjelas tugas dan penyelesaiannya dengan memanfaatkan pengetahuannya
tentang jenis segitiga dan tabel.
5.
Memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin
tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan
percaya diri dalam pemecahan masalah.
Pencapaian
tujuan kelima ini lebih banyak ditentukan oleh bagaimana cara guru mengelola
pembelajaran daripada bagaimana siswa belajar. Mengapa demikian?
Siswa akan
memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan sehingga muncul
rasa ingin tahu, perhatian, dan berminat dalam mempelajari matematika bila guru
dapat menghadirkan suasana PAKEM (pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif
dan menyenangkan). Pembelajaran matematika PAKEM dalam hal ini adalah
pembelajaran matematika yang mampu memancing, mengajak, dan membuat siswa
untuk: aktif berpikir (mentalnya), kreatif (dalam berpikir), senang belajar
dalam arti nyaman kondisi mentalnya karena tiadanya ancaman atau tekanan dalam
belajar baik dari guru maupun dari teman-temannya, serta kompetensi yang
dipelajari terkuasai.
Selain
menghadirkan suasana PAKEM, tujuan kelima ini juga menuntut guru
untuk menghadirkan pembelajaran yang kontekstual dalam arti berkait dengan
kehidupan sehari-hari siswa. Hal itu dimaksudkan agar siswa memahami makna
dan kaitan kompetensi matematika yang dipelajarinya dengan kehidupannya
sehari-hari. Dari situ diharapkan muncul sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan.
Siswa
akan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan sehingga
muncul sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah bila ia tidak
terhambat kemampuannya dalam belajar matematika.
Perlu
diingat bahwa unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran
deduktif yang bekerja atas dasar asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau
pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya
(Depdiknas dalam Fadjar Shadiq, 2005). Hal itu mengakibatkan bahwa kompetensi-kompetensi
matematika yang dipelajari saling terkait dan tersusun secara hierarkis.
Dalam kaitan hal itu kita paham bahwa siswa tidak akan kompeten dalam
menyelesaikan persamaan linear satu variabel bila ia tidak kompeten dalam
mengoperasikan bentuk-bentuk aljabar. Kita juga paham bahwa agar siswa atau
diri kita mampu memecahkan masalah, maka perlu paham dengan baik konsep-konsep
matematika dan mampu melakukan penalaran.
Mengingat
hal itu maka kemampuan siswa cenderung tidak terhambat bila ia senantiasa tidak
bermasalah dalam memenuhi kemampuan modal atau kemampuan prasyarat yaitu
kemampuan yang telah dipelajari sebelumnya dan kemampuan itu diperlukan untuk
mempelajari kompetensi yang akan/sedang dipelajari. Oleh karena itu hendaknya
guru dan sekolah senantiasa berusaha agar dapat mendeteksi kelemahan-kelemahan
siswa dalam belajar matematika secara dini kemudian bahu-membahu mengatasinya
sehingga tidak berlarut-larut. Terhambat belajar matematika yang berlarut-larut
akan menggagalkan tercapainya tujuan kelima ini, bukan saja siswa tak akan
menjadi ulet dan
percaya diri
dalam pemecahan masalah, namun juga dapat mengakibatkan hilangnya minat
mempelajari matematika.
C.
Hubungan
Muatan Antar KD dan SK Pelajaran Matematika
Standar Isi (SI)
untuk satuan dikdasmen pada suatu mata pelajaran mencakup lingkup materi
minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan
minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu dan hal itu tercantum pada lampiran
Permendiknas Nomor 22 tahun 2006. Pada SI mata pelajaran matematika dimuat
daftar SK dan KD yang harus dikuasai siswa.
Perlu
diingat bahwa unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif yang
bekerja atas dasar asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan
diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya (Depdiknas: Fadjar
Shadiq, 2003). Hal itu mengakibatkan bahwa kompetensi-kompetensi matematika
yang dipelajari saling terkait dan tersusun secara hirarkis. Oleh karena itu kita
harus memahami bagaimana keterkaitan antar KD yang dipelajari oleh siswa.
Pemahaman
tentang keterkaitan antar KD akan mempermudah guru dalam mengarahkan siswa
dalam belajar, baik untuk siswa yang cepat dalam belajar maupun siswa yang
lambat dalam belajar. Guru yang paham terhadap keterkaitan muatan antar KD
matematika akan:
1)
mudah
mengarahkan siswanya yang cepat dalam belajar sehingga dapat efisien dalam
mempelajari KD-KD dan akhirnya kemampuan minimal dan pengayaan yang dikuasai
siswa dapat optimal.
2)
mudah membimbing
siswanya yang lambat dalam belajar sehingga dapat efisien dalam mempelajari
KD-KD dan akhirnya kemampuan minimal akan dikuasai siswa.
3)
mudah dalam
melakukan diagnosa kesulitan belajar siswa dan memberikan pelayanan remedial.
D.
Muatan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Mata Pelajaran Matematika
SKL
untuk satuan dikdasmen disahkan dengan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006.
SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan
peserta didik. SKL yang ada pada Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 adalah
SKL minimal satuan dikdasmen, SKL minimal kelompok mata pelajaran dan SKL
minimal mata pelajaran.
1.
SKL
Mata Pelajaran Matematika di SMA:
a. Program IPA
1)
Memahami
pernyataan dalam matematika dan ingkarannya,
menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor,
serta menggunakan prinsip logika
matematika dalam pemecahan masalah
2)
Menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan aturan pangkat, akar dan logaritma, fungsi
aljabar sederhana, fungsi kuadrat, fungsi eksponen dan grafiknya, fungsi
komposisi dan fungsi invers, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat, persamaan
lingkaran dan persamaan garis singgungnya, suku banyak, algoritma pembagian dan
teorema sisa, program linear, matriks dan determinan, vektor, transformasi
geometri dan komposisinya, barisan dan deret, serta menggunakannya dalam
pemecahan masalah
3)
Menentukan
kedudukan, jarak dan besar sudut yang melibatkan titik, garis dan bidang di
ruang dimensi tiga serta menggunakannya
dalam pemecahan masalah
4)
Memahami konsep
perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas trigonometri, rumus sinus dan kosinus jumlah dan selisih dua
sudut, rumus jumlah dan selisih sinus dan kosinus, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
5)
Memahami limit
fungsi aljabar dan fungsi trigonometri di suatu titik dan sifat-sifatnya,
turunan fungsi, nilai ekstrem, integral tak tentu dan integral tentu fungsi
aljabar dan trigonometri, serta
menerapkannya dalam pemecahan masalah
6)
Memahami
dan mengaplikasikan penyajian data dalam
bentuk tabel, diagram, gambar, grafik, dan ogive, ukuran pemusatan, letak dan
ukuran penyebaran, permutasi dan kombinasi, ruang sampel dan peluang kejadian
dan menerapkannya dalam pemecahan masalah
7)
Memiliki sikap
menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan
8)
Memiliki
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
mempunyai kemampuan bekerjasama
b. Program IPS
1)
Memahami
pernyataan dalam matematika dan ingkarannya,
menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor,
serta menggunakan prinsip logika
matematika dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan pernyataan majemuk dan
pernyataan berkuantor
2)
Menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan aturan pangkat, akar dan logaritma, fungsi
aljabar sederhana, fungsi kuadrat dan grafiknya, persamaan dan pertidaksamaan
kuadrat, komposisi dan invers fungsi, program linear, matriks dan determinan,
vektor, transformasi geometri dan komposisinya, barisan dan deret, serta
menggunakannya dalam pemecahan masalah
3)
Menentukan
kedudukan, jarak dan besar sudut yang melibatkan titik, garis dan bidang di
ruang dimensi tiga serta menggunakannya
dalam pemecahan masalah
4)
Memahami konsep perbandingan,
fungsi, persamaan dan identitas trigonometri serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
5)
Memahami limit
fungsi aljabar dan fungsi trigonometri di suatu titik dan sifat-sifatnya,
turunan fungsi, nilai ekstrem, integral tak tentu dan integral tentu fungsi
aljabar dan trigonometri, serta
menerapkannya dalam pemecahan masalah
6)
Mengaplikasikan
penyajian data dalam bentuk tabel, diagram, gambar, grafik, dan ogive, ukuran
pemusatan, letak dan ukuran penyebaran, permutasi dan kombinasi, ruang sampel
dan peluang kejadian, dalam pemecahan masalah
7)
Memiliki sikap
menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan
8)
Memiliki
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta
mempunyai kemampuan bekerjasama.
c. Program Bahasa
1)
Memahami
pernyataan dalam matematika dan ingkarannya,
menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor,
serta menggunakan prinsip logika
matematika dalam pemecahan masalah
2)
Menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan aturan pangkat, akar dan logaritma, fungsi
aljabar sederhana dan fungsi kuadrat, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat,
program linear, matriks dan determinan, vektor, transformasi geometri dan
komposisinya, barisan dan deret, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
3)
Menentukan
kedudukan, jarak dan besar sudut yang melibatkan titik, garis dan bidang di
ruang dimensi tiga serta menggunakannya
dalam pemecahan masalah
4)
Memahami konsep
perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas trigonometri serta menggunakan
dalam pemecahan masalah
5)
Memahami
dan mengaplikasikan penyajian data dalam
bentuk tabel, diagram, gambar, grafik, dan ogive, ukuran pemusatan, letak dan
ukuran penyebaran, permutasi dan kombinasi, ruang sampel dan peluang kejadian
dan menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari dan ilmu
pengetahuan dan teknologi
6)
Memiliki sikap
menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan
7)
Memiliki
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
mempunyai kemampuan bekerjasama
BAB
III
ANALISIS
STANDAR ISI MATA PELAJARAN MATEMATIKA
SEKOLAH
Dalam bab ini
kita akan mempelajari tentang cara menganalisis KD dalam hubungannya dengan
tujuan mata pelajaran matematika. Kegiatan analisis ini dilakukan mengawali
pembuatan silabus dan RPP sebagai persiapan pembelajaran. Analisis dilakukan
dalam rangka mengoptimalkan pencapaian tujuan mata pelajaran pada pelaksanaan
pembelajaran.
Setelah
mempelajari bab ini Anda diharapkan mampu menganalisis Standar Kompetensi (SK)
dan Kompetensi Dasar (KD) pada SI dalam hubungannya dengan tujuan mata
pelajaran matematika. Untuk membantu Anda agar menguasai kemampuan tersebut,
dalam bab ini disajikan pembahasan yang dikemas dalam satu kegiatan belajar dan
diikuti latihan.
Kegiatan Belajar
Seperti telah diuraikan pada bagian pendahuluan bahwa tujuan mata pelajaran matematika
pada intinya adalah agar siswa mampu: (1) memahami konsep matematika, (2)
melakukan penalaran, (3) memecahkan masalah, (4) melakukan komunikasi secara
matematis, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan. Agar tujuan itu dapat dicapai optimal maka perlu adanya analisis
yang hasilnya dapat memandu pengelola pembelajaran matematika dalam memfokuskan
pencapaian masing-masing tujuan.
Untuk memahami
cara melakukan analisis KD pada SI maka simaklah pertanyaan-pertanyaan berikut
ini. Pembahasan pada bab ini berpijak pada pertanyaan-pertanyaan berikut.
Berdiskusilah dengan peserta lain untuk membahas pertanyaan dan jawaban
pertanyaan-pertanyaan berikut.
1.
Ada berapa KD
pada masing-masing kelas di SMA?
2.
Pada
kenyataannnya, SI telah menguraikan dengan jelas SK dan KD mana saja yang
secara eksplisit menuntut kemampuan memecahkan masalah. SK dan KD manakah itu?
3.
Tidak semua SK
memuat KD yang menuntut kemampuan pemecahan masalah. Dalam hal ini dapatkah
pembelajaran KD-KD yang secara eksplisit tidak menuntut kemampuan pemecahan
masalah didalamnya ada kegiatan pemecahan masalah?
4.
Pada SK dan KD
manakah perlu difokuskan pencapaian tujuan terkait siswa mampu memahami konsep
matematika? Apakah pada semua SK dan KD?
5.
Pada SK dan KD
manakah perlu difokuskan pencapaian tujuan terkait siswa mampu melakukan
penalaran? Apakah pada semua SK dan KD?
6.
Pada SK dan KD
manakah perlu difokuskan pencapaian tujuan terkait siswa mampu melakukan
komunikasi secara matematis? Apakah pada semua SK dan KD?
7.
Pada SK dan KD
manakah perlu difokuskan pencapaian tujuan terkait siswa mampu memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan?
DAFTAR PUSTAKA
Dakir, H. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Danim, Sudarwan. 2003. Agenda
Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dimmock, Clive. 2000. Designing
the Learning-Centered School: A Cross-Cultural Perspective. London:
Falmer Press.
Hamalik, Oemar. 2007. Manajemen Pengembangan Kurikulum.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Hamalik, Oemar. 2006. Perencanaan
Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.
Hudojo, Herman. 1979. Pengembangan
Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Usaha
Nasional.
Mastuhu.
2003. Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21. Yogyakarta:
Safiria Insania Press & MSI UII.
Mulyasa, E. 2006. Implementasi
Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution, S.
2003. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Nasution, S.
2006. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Ruseffendi. 1996. Materi Pokok
Pendidikan Matematika 3. Jakarta: Universitas Terbuka.
Soetopo, Hendyat dan Wasty Soemanto. 1986. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum: sebagai
Substansi Problem Administrasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Sukmadinata,
Nana Saodih. 2005. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung:
PT Remaja Rosda Karya.
Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum
dan Pengembangan: Filosofi, Teori dan Aplikasi. Bandung: Pakar Raya.
Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan
Makna Pembelajaran: untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar.
Bandung: Alfabeta.
Tim BSNP. 2006. Panduan
Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: BSNP.
Tim Balitbang Puskur.
2007. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. Jakarta:
Depdiknas.
LAMPIRAN
1. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) SMP/MTs
Kelas VII, Semester 1
Standar Kompetensi
|
Komptensi
Dasar
|
Bilangan
1. Memahami sifat-sifat operasi hitung
bilangan dan penggunaannya dalam pemecahan masalah
|
1.1 Melakukan operasi hitung bilangan bulat dan
pecahan
1.2 Menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat
dan pecahan dalam pemecahan masalah
|
Aljabar
2. Memahami bentuk aljabar, persamaan dan
pertidaksamaan linear satu variabel
|
2.1 Mengenali bentuk aljabar dan
unsur-unsurnya
2.2 Melakukan operasi pada bentuk aljabar
2.3 Menyelesaikan persamaan linear satu
variabel
2.4 Menyelesaikan pertidaksamaan linear satu
variabel
|
3. Menggunakan bentuk aljabar, persamaan dan
pertidaksamaan linear satu variabel, dan perbandingan dalam pemecahan masalah
|
3.1 Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan dan
pertidaksamaan linear satu variabel
3.2 Menyelesaikan model matematika dari
masalah yang berkaitan dengan persamaan dan pertidaksamaan linear satu
variabel
3.3 Menggunakan konsep aljabar dalam pemecahan
masalah aritmetika sosial yang sederhana
3.4 Menggunakan perbandingan untuk pemecahan
masalah
|
Kelas VII, Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
Aljabar
4.
Menggunakan konsep himpunan dan diagram Venn dalam pemecahan masalah
|
4.1 Memahami pengertian dan notasi himpunan,
serta penyajiannya
4.2 Memahami konsep himpunan bagian
4.3 Melakukan operasi irisan, gabungan, kurang
(difference), dan komplemen pada
himpunan
4.4 Menyajikan himpunan dengan diagram Venn
4.5 Menggunakan konsep himpunan dalam pemecahan
masalah
|
Geometri
5. Memahami
hubungan garis dengan garis, garis dengan sudut, sudut dengan sudut, serta
menentukan ukurannya
|
5.1 Menentukan hubungan antara dua garis, serta besar dan
jenis sudut
5.2 Memahami sifat-sifat sudut yang terbentuk
jika dua garis berpotongan atau dua garis sejajar berpotongan dengan garis
lain
5.3 Melukis sudut
5.4 Membagi sudut
|
6. Memahami
konsep segi empat dan segitiga serta menentukan ukurannya
|
6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat segitiga
berdasarkan sisi dan sudutnya
6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat persegi
panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat dan layang-layang
6.3 Menghitung keliling dan luas bangun
segitiga dan segi empat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
6.4 Melukis segitiga, garis tinggi, garis
bagi, garis berat dan garis sumbu
|
Kelas VIII, Semester 1
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Aljabar
1. Memahami
bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus
|
1.1
Melakukan operasi aljabar
1.2
Menguraikan bentuk aljabar ke dalam faktor-faktornya
1.3
Memahami relasi dan fungsi
1.4
Menentukan nilai fungsi
1.5 Membuat
sketsa grafik fungsi aljabar sederhana pada sistem koordinat Cartesius
1.6
Menentukan gradien, persamaan dan grafik garis lurus
|
2. Memahami
sistem persa-maan linear dua variabel
dan menggunakannya dalam pemecahan masalah
|
2.1
Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel
2.2 Membuat
model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear
dua variabel
2.3
Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem
persamaan linear dua variabel dan penafsirannya
|
Geometri dan Pengukuran
3.
Menggunakan Teorema Pythagoras dalam pemecahan masalah
|
3.1
Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menentukan panjang sisi-sisi segitiga
siku-siku
3.2 Memecahkan masalah
pada bangun datar yang berkaitan dengan Teorema Pythagoras
|
Kelas VIII,
Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
Geometri dan Pengukuran
4.
Menentukan unsur, bagian lingkaran serta ukurannya
|
4.1
Menentukan unsur dan bagian-bagian lingkaran
4.2 Menghitung keliling dan
luas lingkaran
4.3
Menggunakan hubungan sudut pusat, panjang busur, luas juring dalam pemecahan
masalah
4.4
Menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran
4.5 Melukis
lingkaran dalam dan lingkaran luar suatu segitiga
|
5. Memahami
sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta
menentukan ukurannya
|
5.1
Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta
bagian-bagiannya
5.2 Membuat
jaring-jaring kubus, balok, prisma dan limas
5.3
Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas
|
2.
Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) SMA/MA
Kelas X, Semester 1
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Aljabar
1.
Memecahkan masalah yang berkaitan dengan bentuk pangkat, akar, dan logaritma
|
1.1 Menggunakan aturan pangkat, akar, dan
logaritma
1.2 Melakukan manipulasi aljabar dalam perhitungan
yang melibatkan pangkat, akar, dan logaritma
|
2. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan
fungsi, persamaan dan fungsi kuadrat serta pertidaksamaan kuadrat
|
2.1 Memahami konsep fungsi
2.2 Menggambar grafik fungsi aljabar sederhana dan
fungsi kuadrat
2.3 Menggunakan sifat dan aturan tentang persamaan dan
pertidaksamaan kuadrat
2.4 Melakukan manipulasi aljabar dalam perhitungan
yang berkaitan dengan persamaan dan pertidaksamaan kuadrat
2.5 Merancang model matematika dari masalah yang
berkaitan dengan persamaan dan/atau fungsi kuadrat
2.6 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang
berkaitan dengan persamaan dan/atau fungsi kuadrat dan penafsirannya
|
3.
Memecahkan masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dan
pertidaksamaan satu variabel
|
3.1 Menyelesaikan sistem persamaan linear dan sistem
persamaan campuran linear dan kuadrat dalam dua variabel
3.2 Merancang model matematika dari masalah yang
berkaitan dengan sistem persamaan linear
3.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang
berkaitan dengan sistem persamaan linear dan penafsirannya
3.4 Menyelesaikan pertidaksamaan satu variabel yang
melibatkan bentuk pecahan aljabar
3.5 Merancang model matematika dari masalah yang
berkaitan dengan pertidaksamaan satu variabel
3.6 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang
berkaitan dengan pertidaksamaan satu variabel dan penafsirannya
|
Kelas
X, Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Logika
4.
Menggunakan logika matematika dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan
pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor
|
4.1 Memahami pernyataan dalam matematika dan ingkaran
atau negasinya
4.2 Menentukan nilai kebenaran dari suatu per-nyataan
majemuk dan pernyataan berkuantor
4.3 Merumuskan pernyataan yang setara dengan
pernyataan majemuk atau pernyataan berkuantor yang diberikan
4.4 Menggunakan prinsip logika matematika yang
berkaitan dengan pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor dalam penarikan
kesimpulan dan pemecahan masalah
|
Trigonometri
5. Menggunakan perbandingan, fungsi,
persamaan, dan identitas trigonometri dalam pemecahan masalah
|
5.1 Melakukan manipulasi aljabar dalam perhitungan
teknis yang berkaitan dengan perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas
trigonometri
5.2 Merancang model matematika dari masalah yang
berkaitan dengan perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas trigonometri
5.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang
berkaitan dengan perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas trigonometri,
dan penafsirannya
|
Geometri
6. Menentukan kedudukan, jarak, dan besar
sudut yang melibatkan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga
|
6.1 Menentukan kedudukan titik, garis, dan bidang
dalam ruang dimensi tiga
6.2 Menentukan jarak dari titik ke garis dan dari
titik ke bidang dalam ruang dimensi tiga
6.3 Menentukan besar sudut antara garis dan bidang dan
antara dua bidang dalam ruang dimensi tiga
|
Program
Ilmu Pengetahuan Alam
Kelas XI, Semester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Statistika
dan Peluang
1. Menggunakan aturan statistika,
kaidah pencacahan, dan sifat-sifat peluang dalam pemecahan masalah
|
1.1 Membaca data dalam bentuk tabel dan diagram
batang, garis, lingkaran, dan ogive
1.2 Menyajikan data dalam bentuk tabel dan diagram
batang, garis, lingkaran, dan ogive
serta penafsirannya
1.3 Menghitung ukuran pemusatan, ukuran letak, dan
ukuran penyebaran data, serta penafsirannya
1.4 Menggunakan aturan perkalian, permutasi, dan
kombinasi dalam pemecahan masalah
1.5 Menentukan ruang sampel suatu percobaan
1.6 Menentukan peluang suatu kejadian dan
penafsirannya
|
Trigonometri
2. Menurunkan rumus trigonometri dan
penggunaannya
|
2.1 Menggunakan rumus sinus dan kosinus jumlah dua
sudut, selisih dua sudut, dan sudut ganda untuk menghitung sinus dan kosinus
sudut tertentu
2.2 Menurunkan rumus jumlah dan selisih sinus dan
kosinus
2.3 Menggunakan rumus jumlah dan selisih sinus dan
kosinus
|
Aljabar
3.
Menyusun persamaan lingkaran dan garis singgungnya
|
3.1
Menyusun
persamaan lingkaran yang memenuhi persyaratan yang ditentukan
3.2
Menentukan
persamaan garis singgung pada lingkaran dalam berbagai situasi
|
Kelas
XI, Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Aljabar
4. Menggunakan aturan sukubanyak dalam
penyelesaian masalah
|
4.1 Menggunakan
algoritma pembagian sukubanyak untuk menentukan hasil bagi dan sisa pembagian
4.2 Menggunakan
teorema sisa dan teorema faktor dalam pemecahan masalah
|
5
Menentukan komposisi dua fungsi dan invers suatu fungsi
|
5.1 Menentukan komposisi fungsi dari
dua fungsi
5.2 Menentukan invers suatu fungsi
|
Kalkulus
6. Menggunakan konsep limit fungsi dan turunan
fungsi dalam pemecahan masalah
|
6.1 Menjelaskan secara intuitif arti
limit fungsi di suatu titik dan di takhingga
6.2 Menggunakan sifat limit fungsi
untuk menghitung bentuk tak tentu fungsi aljabar dan trigonometri
6.3 Menggunakan konsep dan aturan
turunan dalam perhitungan turunan fungsi
6.4 Menggunakan turunan untuk
menentukan karakteristik suatu fungsi dan memecahkan masalah
6.5
Merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan ekstrim
fungsi
6.6 Menyelesaikan model matematika
dari masalah yang berkaitan dengan ekstrim fungsi dan penafsirannya
|
Program
Ilmu Pengetahuan Alam
Kelas XII, Semester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Kalkulus
1.
Menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah
|
1.1 Memahami
konsep integral tak tentu dan integral tentu
1.2 Menghitung
integral tak tentu dan integral tentu dari fungsi aljabar dan fungsi
trigonometri yang sederhana
1.3 Menggunakan
integral untuk menghitung luas daerah di bawah kurva dan volum benda putar
|
Aljabar
2.
Menyelesaikan masalah program linear
|
2.1
Menyelesaikan
sistem pertidaksamaan linear dua variabel
2.2
Merancang model matematika dari masalah
program linear
2.3
Menyelesaikan model matematika dari masalah
program linear dan penafsirannya
|
3.
Menggunakan konsep matriks, vektor, dan transformasi dalam pemecahan masalah
|
3.1
Menggunakan sifat-sifat dan operasi matriks untuk menunjukkan bahwa
suatu matriks persegi merupakan invers dari matriks persegi lain
3.2
Menentukan determinan dan invers matriks 2 x 2
3.3
Menggunakan determinan dan invers dalam penyelesaian sistem persamaan
linear dua variabel
3.4
Menggunakan sifat-sifat dan operasi aljabar vektor dalam pemecahan
masalah
3.5
Menggunakan sifat-sifat dan operasi perkalian skalar dua vektor dalam
pemecahan masalah.
3.6
Menggunakan transformasi geometri yang dapat dinyatakan dengan matriks
dalam pemecahan masalah
3.7
Menentukan komposisi dari beberapa transformasi geometri beserta
matriks transformasinya
|
Kelas XII, Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
Aljabar
4.
Menggunakan konsep barisan dan deret dalam pemecahan masalah
|
4.1 Menentukan suku ke-n barisan dan jumlah n
suku deret aritmetika dan geometri
4.2 Menggunakan notasi sigma dalam deret dan
induksi matematika dalam pembuktian
4.3 Merancang model matematika dari masalah
yang berkaitan dengan deret
4.4 Menyelesaikan model matematika dari
masalah yang berkaitan dengan deret dan penafsirannya
|
5.
Menggunakan aturan yang berkaitan dengan fungsi eksponen dan logaritma dalam
pemecahan masalah
|
5.1 Menggunakan sifat-sifat fungsi eksponen
dan logaritma dalam pemecahan masalah
5.2 Menggambar grafik fungsi eksponen dan
logaritma
5.3 Menggunakan sifat-sifat fungsi eksponen
atau logaritma dalam penyelesaian pertidaksamaan eksponen atau logaritma
sederhana
|
Program Ilmu Pengetahuan Sosial
Kelas XI, Semester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Statistika
dan Peluang
1. Menggunakan aturan statistika,
kaidah pencacahan, dan sifat-sifat peluang dalam pemecahan masalah
|
1.1
Membaca data dalam bentuk tabel dan diagram
batang, garis, lingkaran, dan ogive
1.2
Menyajikan data dalam bentuk tabel dan
diagram batang, garis, lingkaran, dan ogive
serta penafsirannya
1.3
Menghitung ukuran pemusatan, ukuran letak,
dan ukuran penyebaran data, serta menafsirkannya
1.4
Menggunakan aturan perkalian, permutasi, dan
kombinasi dalam pemecahan masalah
1.5
Menentukan ruang sampel suatu percobaan
1.6
Menentukan peluang suatu kejadian dan
penafsirannya
|
Kelas XI, Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Aljabar
2.
Menentukan komposisi dua fungsi dan invers suatu fungsi
|
2.1
Menentukan komposisi fungsi dari dua fungsi
2.2
Menentukan
invers suatu fungsi
|
Kalkulus
3.
Menggunakan konsep limit fungsi dan turunan fungsi dalam pemecahan masalah
|
3.1
Menghitung
limit fungsi aljabar sederhana di suatu titik
3.2
Menggunakan
sifat limit fungsi untuk menghitung bentuk tak tentu fungsi aljabar
3.3
Menggunakan
sifat dan aturan turunan dalam perhitungan turunan fungsi aljabar
3.4
Menggunakan turunan
untuk menentukan karakteristik suatu fungsi aljabar dan memecahkan masalah
3.5
Merancang
model matematika dari masalah yang berkaitan dengan ekstrim fungsi aljabar
3.6
Menyelesaikan
model matematika dari masalah yang berkaitan dengan ekstrim fungsi aljabar dan
penafsirannya
|
Program Ilmu Pengetahuan Sosial
Kelas XII, Semester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Kalkulus
1.
Menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah sederhana
|
1.1 Memahami
konsep integral tak tentu dan integral tentu
1.2 Menghitung
integral tak tentu dan integral tentu dari fungsi aljabar sederhana
1.3 Menggunakan
integral untuk menghitung luas daerah di bawah kurva
|
Aljabar
2.
Menyelesaikan masalah program linear
|
2.1
Menyelesaikan sistem pertidaksamaan linear dua variabel
2.2 Merancang model matematika dari masalah
program linear
2.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah
program linear dan penafsirannya
|
3.
Menggunakan matriks dalam pemecahan masalah
|
3.1
Menggunakan sifat-sifat dan operasi matriks untuk menunjukkan bahwa suatu
matriks persegi merupakan invers dari matriks persegi lain
3.2 Menentukan
determinan dan invers matriks 2 x 2
3.3 Menggunakan
determinan dan invers dalam penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel
|
Kelas XII,
Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
Aljabar
4.
Menggunakan konsep barisan dan deret dalam pemecahan masalah
|
4.1 Menentukan suku ke-n barisan dan jumlah n suku deret aritmetika dan geometri
4.2 Merancang model matematika dari
masalah yang berkaitan dengan deret
4.3 Menyelesaikan model matematika
dari masalah yang berkaitan dengan deret dan menafsirkan solusinya
|
Program Bahasa
Kelas XI, Semester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Statistika dan
Peluang
1.
Melakukan pengolahan, penyajian dan penafsiran data
|
1.1 Membaca data dalam bentuk tabel dan diagram
batang, garis, lingkaran, dan ogive
serta pemaknaannya
1.2 Menyajikan data dalam bentuk tabel dan diagram
batang, garis, lingkaran, dan ogive
serta pemaknaannya
1.3 Menghitung ukuran pemusatan, ukuran letak dan
ukuran penyebaran data, serta menafsirkannya
|
Kelas XI, Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Statistika
dan Peluang
2.
Menggunakan kaidah pencacahan untuk menentukan peluang suatu kejadian
dan penafsirannya
|
2.1 Menggunakan sifat dan aturan
perkalian, permutasi, dan kombinasi dalam pemecahan masalah
2.2 Menentukan ruang sampel suatu
percobaan
2.3 Menentukan peluang suatu kejadian dan
menafsirkannya
|
Program
Bahasa
Kelas XII, Semester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Aljabar
1.
Menyelesaikan masalah program linear
|
1.1 Menyelesaikan sistem pertidaksamaan linear
dua variabel
1.2 Merancang model matematika dari masalah program linear
1.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah program linear dan menafsirkan
solusinya
|
2.
Menggunakan matriks dalam pemecahan masalah
|
2.1 Menggunakan sifat-sifat dan operasi matriks
untuk menunjukkan bahwa suatu matriks persegi merupakan invers dari matriks
persegi lain
2.2 Menentukan determinan dan invers
matriks 2 x 2
2.3 Menggunakan determinan dan invers dalam
penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel
|
Kelas XII, Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Aljabar
3 Menggunakan konsep barisan dan deret dalam
pemecahan masalah
|
3.1 Menentukan suku ke-n barisan dan jumlah n suku deret aritmetika dan geometri
3.2 Memecahkan
masalah yang berkaitan dengan deret dan menafsirkan solusinya
|
3.
Kelas IX, Semester 1
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Geometri dan Pengukuran
1. Memahami
kesebangunan bangun datar dan penggunaannya dalam pemecahan masalah
|
1.1
Mengidentifikasi bangun-bangun datar yang sebangun dan kongruen
1.2
Mengidentifikasi sifat-sifat dua segitiga sebangun dan kongruen
1.3
Menggunakan konsep kesebangunan segitiga dalam pemecahan masalah
|
2. Memahami
sifat-sifat tabung, kerucut dan bola, serta menentukan ukurannya
|
2.1
Mengidentifikasi unsur-unsur tabung, kerucut dan bola
2.2
Menghitung luas selimut dan volume tabung, kerucut dan bola
2.3 Memecahkan masalah yang
berkaitan dengan tabung, kerucut dan bola
|
Statistika dan Peluang
3.
Melakukan pengolahan dan penyajian data
|
3.1 Menentukan
rata-rata, median, dan modus data tunggal serta penafsirannya
3.2 Menyajikan
data dalam bentuk tabel dan diagram batang, garis, dan lingkaran
|
4. Memahami peluang kejadian sederhana
|
4.1 Menentukan
ruang sampel suatu percobaan
4.2 Menentukan
peluang suatu kejadian sederhana
|
Kelas IX, Semester 2
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Bilangan
5. DAFTAR ISI
BAB I KONSEP KURIKULUM
BAB II PENGEMBANGAN KURIKULUM
BAB III KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
BAB IV MATEMATIKA SEKOLAH
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
KONSEP KURIKULUM
A. Konsep Kurikulum
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan serta bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, sejak zaman Yunanni Kuno, kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa. Lebih khusus kurikulum sering diartikan sebagai isi pelajaran. Pendapat-pendapat yang muncul berikutnya telah beralih dari penekanan terhadap isi menjadi lebih menekankan pada pengalaman belajar (Sukmadinata, 2005: 4).
Pandangan lain tentang kurikulum adalah yang menyatakan bahwa kurikulum merupakan program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Kurikulum bukan hanya berupa sejumlah mata pelajaran, namun meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan sekolah, perpustakaan, karyawan tata usaha, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain.
Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses activities, and experiences which pupils have under the direction of school, whether in the classroom or not.
Kendatipun pandangan tersebut diterima, namun pada umumnya guru-guru tetap berpandangan bahwa kegiatan-kegiatan dalam kelas saja yang termasuk kurikulum, sedangkan kegiatan di luar kelas merupakan nilai edukatif yang diberikan oleh kurikulum itu.
Menurut Mac Donald (Sukmadinata, 2005:5), sistem persekolahan terbentuk atas empat subsistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum. Mengajar (teaching) merupakan kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan oleh guru. Belajar (learning) merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan siswa sebagai respon terhadap kegiatan mengajar yang diberikan oleh guru. Keseluruhan pertautan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan dengan terjadinya interaksi belajar-mengajar disebut pembelajaran (instruction). Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar-mengajar.
Kurikulum sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana (curriculum plan) dengan kurikulum yang fungsional (functioning curriculum). Kurikulum bukan hanya merupakan rencana tertulis bagi pengajaran, melainkan sesuatu yang fungsional yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur lingkungan dan kegiatan yang berlangsung di dalam kelas. Rencana tertulis merupakan dokumen kurikulum (curriculum document or inert curriculum), sedangkan kurikulum yang dioperasikan di kelas merupakan kurikulum fungsional (functioning, live or operative curriculum) (Sukmadinata, 2005: 5).
Tabel 1.1 Perbedaan konsep kurikulum menurut beberapa ahli.
Nama Ahli Tahun Kurikulum
Robert S. Zais 1976 “... a racecourse of subject matters to be mastered”
Caswel & Campbell 1935 “... to be composed of all experiences children have under the guidance of teacher”
Ronald C. Doll 1974 “The commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of courses of study and list of subjects and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or direction of the school.”
Mauritz Johnson 1967 “... a structured series of intended learning outcomes”
Beauchamp 1968 “A curriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for education of pupils during their enrollment in given school”.
Menurut Hilda Taba (1962), perbedaan antara kurikulum dan pengajaran bukan terletak pada implementasinya, tetapi pada keluasan cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan cakupan tujuan isi dan metode yang lebih luas atau lebih umum, sedangkan yang lebih sempit, lebih khusus menjadi tugas pengajaran. Menurut Taba keduanya (kurikulum dan pengajaran) membentuk satu kontinum, kurikulum terletak pada ujung tujuan umum atau tujuan jangka panjang, sedangkan pengajaran pada ujung lainnya yaitu yang lebih khusus atau tujuan dekat. Batas keduanya sangat relatif, bergantung pada tafsiran guru.
Dari pendapat-pendapat para ahli tentang pengertian kurikulum, selanjutnya dikenal tiga konsep kurikulum, yakni: kurikulum sebagai substansi, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi (Sukmadinata, 2005: 27).
1. Konsep pertama, kurikulum sebagai substansi. Suatu kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi siswa di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat berarti suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengaja, jadwal, dan evaluasi.
2. Konsep kedua, kurikulum sebagai sistem, yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
3. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi, yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.
BAB II
PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum (curriculum development) adalah the planning of learning opportunities intended to bring about certain desered in pupils, and assesment of the extent to wich these changes have taken plece (Audrey Nicholls & Howard Nichools dalam Hamalik, 2007: 96).
Rumusan ini menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan tertentu yang diharapkan. Sedangkan yang dimaksud dengan kesempatan belajar (learning opportunity) adalah hubungan yang telah direncanakan dan terkontrol antara para siswa, guru, bahan, peralatan, dan lingkungan tempat siswa belajar yang diinginkan diharapkan terjadi.
Dalam pengertian di atas, sesungguhnya pengembangan kurikulum adalah proses siklus, yang tidak pernah berakhir. Proses tersebut terdiri dari empat unsur yakni (Hamalik, 2007: 96-97):
a. Tujuan: mempelajari dan menggambarkan semua sumber pengetahuan dan pertimbagngan tentang tujuan-tujuan pengajaran, baik yang berkenaan dengan mata pelajaran (subject course) maupun kurikulum secara menyeluruh.
b. Metode dan material: menggembangkan dan mencoba menggunakan metode-metode dan material sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan tadi yang serasi menurut pertimbangan guru.
c. Penilaian (assesment): menilai keberhasilan pekerjaan yang telah dikembangkan itu dalam hubungannya dengan tujuan, dan bila mengembangkan tujuan-tujuan baru.
d. Balikan (feedback): umpan balik dari semua pengalaman yang telah diperoleh yang pada gilirannya menjadi titik tolak bagi studi selanjutnya.
Pengembangan kurikulum merupakan inti dalam penyelenggaraan pendidikan, dan oleh karenanya pengembangan dan pelaksanaannya harus berdasarkan pada asas-asas pembangunan secara makro. Sistem pengembangan kurikulum harus berdasarkan asas-asas sebagai berikut (Hamalik, 2007: 15):
1) Kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan pada asas keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2) Kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan dan diarahkan pada asas demokrasi pancasila.
3) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan dan diarahkan pada asas keadilan dan pemerataan pendidikan.
4) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas keseimbangan, keserasian, dan keterpaduan.
5) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas hukum yang berlaku.
6) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas kemandirian dan pembentukan manusia mandiri.
7) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas nilai-nilai kejuangan bangsa.
8) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas pemanfaatan, pengembangan, penciptaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
B. Prinsip Dasar Pengembangan Kurikulum
Kebijakan umum dalam pembangunan kurikulum harus sejalan dengan visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional yang dituangkan dalam kebijakan peningkatan angka partisipasi, mutu, relevansi, dan efisieinsi pendidikan. Kebijakan umum dalam pembangunan kurikulum nasional mencakup prinsip-prinsip (Hamalik, 2007: 3-4):
1. Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika.
2. Kesamaan memperoleh kesempatan.
3. Memperkuat identitas nasional.
4. Menghadapi abad pengetahuan.
5. Menyongsong tantangan teknologi informasi dan komunikasi.
6. Mengembangkan keterampilan hidup.
7. Mengintegrasikan unsur-unsur penting ke dalam kurikulum.
8. Pendidikan alterantif.
9. Berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan.
10. Pendidikan multikultur.
11. Penilaian berkelanjutan.
12. Pendidikan sepanjang hayat.
Nana Syaodih Sukmadinata (2005: 150-155) mengemukakan bahwa secara garis besar terdapat dua prinsip pengembangan kurikulum, yaitu prinsip umum dan prinsip khusus.
1. Prinsip Umum
a. Prinsip relevansi
Kurikulum harus memiliki relevansi keluar dan di dalam kurikulum itu sendiri. Relevansi ke luar maksudnya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Kurikulum menyiapkan siswa untuk bisa hidup dan bekerja dalam masyarakat. Kurikulum juga harus memiliki relevansi di dalam yaitu ada kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian. Relevansi internal ini menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum.
b. Prinsip fleksibilitas
Kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak untuk hidup dalam kehidupan pada masa kini dan masa yang akan datang, di berbagai tempat dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda-beda. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuan berdasarkan kondisi daerah, waktu, maupun kemampuan, dan latar belakang anak.
c. Prinsip kontinuitas
Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan.
d. Prinsip kepraktisan/efisiensi
Kurikulum mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan memerlukan biaya murah. Kurikulum yang terlalu menuntut keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus serta biaya yang mahal merupakan kurikulum yang tidak praktis dan sukar dilaksanakan.
e. Prinsip efektivitas
Walaupun prinsip kurikulum itu mudah, sederhana, dan murah, keberhasilannya harus diperhatikan secara kuantitas dan kualitas karena pengembangan kurikulum tidak dapat dilepaskan dan merupakan penjabaran dari perencanaan pendidikan.
2. Prinsip Khusus
a. Berkenaan dengan tujuan pendidikan
Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang bersifat umum atau berjangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek (khusus).
b. Berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan
Dalam memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah ditentukan para perencana kurikulum perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1) Perlu penjabaran tujuan pendidikan/pembelajaran ke dalam bentuk perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana.
2) Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
3) Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis.
c. Berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar
Pemilihan proses belajar-mengajar yang digunakan hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1) Apakah metode/teknik belajar-mengajar yang digunakan cocok untuk mengajarkan bahan pelajaran?
2) Apakah metode/teknik-teknik tersebut memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa?
3) Apakah metode/teknik tersebut memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-tingkat?
4) Apakah metode/teknik tersebut dapat menciptakan kegitan untuk mencapai tujuan kognitif, afektif, dan psikomotor.
5) Apakah metode/teknik tersebut lebih mengaktifkan siswa, guru, atau kedua-duanya?
6) Apakah metode/teknik tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru?
7) Apakah metode/teknik tersebut menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah dan di rumah, juga mendorong penggunaan sumber yang ada di rumah dan masyarakat.
8) Untuk menguasai keterampilan sangat dibutuhkan kegiatan belajar yang menekankan ”learning by doing” selain ”learning by seeing and knowing”.
d. Berkenaan dengan pemilihan media dan alat pembelajaran
Proses belajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan media dan alat-alat bantu pembelajaran yang tepat.
e. Berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.
Penilaian merupakan bagian integral pengajaran, perlu diperhatikan:
1) Penyusunan alat penilaian (test)
2) Perencanaan suatu penilaian
3) Pengolahan hasil penilian.
C. Orientasi Pengembangan Kurikulum
Seller dan Miller (1985) mengemukakan bahwa proses pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus. Seller memandang bahwa pengembangan kurikulum harus dimulai dari menentukan orientasi kurikulum, yakni kebijakan-kebijakan umum, misalnya arah dan tujuan pendidikan, pandangan tentang hakikat belajar dan hakikat anak didik, pandangan tentang keberhasilan implementasi kurikulum, dan lain sebagainya. Berdasarkan orientasi itu selanjutnya dikembangkan kurikulum menjadi pedoman pembelajaran, diimplementasikan dalam proses pembelajaran dan dievaluasi. Hasil evaluasi itulah kemudian dijadikan bahan dalam menentukan orientasi, begitu seterusnya hingga membentuk siklus.
Orientasi pengembangan kurikulum menurut Seller menyangkut 6 aspek, yaitu :
1. Tujuan pendidikan menyangkut arah kegiatan pendidikan: artinya hendak dibawa ke mana siswa yang kita didik itu.
2. Pandangan tentang anak: apakah anak dipandang sebagai organisme yang aktif atau pasif.
3. Pandangan tentang proses pembelajaran: apakah proses pembelajaran itu dianggap sebagai proses transformasi ilmu pengetahuan atau mengubah perilaku anak.
4. Pandangan tentang lingkungan : apakah lingkungan belajar harus dikelola secara formal atau secara bebas yang dapat memungkinkan anak bebas belajar.
5. Konsepsi tentang peranan guru : apakah guru harus berperan sebagai instruktur yang bersifat otoriter atau guru dianggap sebagai fasilitator yang siap memberi bimbingan dan bantuan pada anak untuk belajar.
6. Evaluasi belajar : apakah mengukur keberhasilan ditentukan dengan tes atau non tes.
D. Model Pengembangan Kurikulum
Model adalah konstruksi yang bersifat teroretis dari konsep. Menurut Roberts S. Zain dalam bukunya: Curriculum Principles and Foundation (Dakir, 2004: 95-99), berbagai model dalam pengembangan kurikulum secara garis besar diutarakan sebagai berikut :
1. Model Administratif (Garis Staff atau Top Down)
Pengembangannya dilaksanakan sebagai berikut.
a. Atasan membentuk tim yang terdiri atas para pejabat teras yang berwenang(pengawas pendidikan, Kepsek, dan pengajar inti)
b. Tim merencanakan konsep rumusan tujuan umum dan rumusan falsafah yang diikuti.
c. Dibentuk beberapa kelompok kerja yang anggotanya terdiri atas para spesialis kurikulum dan staf pengajar.
d. Hasil kerja direvisi oleh tim atas dasar pengalaman atau hasil try out.
e. Setelah try out yang dilakukan oleh beberapa Kepsek, dan telah direvisi sebelumnya, baru kurikulum tersebut diimplementasikan.
2. Model dari Bawah (Grass-Roats)
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a. Inisiatif pengembangan datang dari bawah (Para pengajar)
b. Tim pengajar dari beberapa sekolah ditambah narasumber lain dari orang tua siswa atau masyarakat luas yang relevan.
c. Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan
d. Untuk pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintis diadakan loka karya agar diperoleh input yang diperlukan.
3. Model Demonstrasi
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a. Staf pengajar pada suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan ternyata hasilnya dinilai baik.
b. Kemudian hasilnya disebarluaskan di sekolah sekitar.
4. Model Beauchamp
Model ini dikembangkan oleh G.A. Beauchamp (1964) dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Suatu gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas, diperluas di sekolah, disebarkan di sekolah-sekolah di daerah tertentu baik berskala regional maupun nasional yang disebut arena.
b. Menunjuk tim pengembang yang terdiri atas ahli kurikulum, para ekspert, staf pengajar, petugas bimbingan, dan nara sumber lain.
c. Tim menyusun tujuan pengajaran, materi, dan pelaksanaan proses belajar mengajar. Untuk tugas tersebut dibentuk dewan kurikulum sebagai koordinator yang bertugas juga sebagai penilai pelaksanaan kurikulum, memilih materi pelajaran baru, menentukan berbagai kriteria untuk memilih kurikulum mana yang akan dipakai, dan menulis keseluruhan kurikulum yang akan dikembangkan.
d. Melaksanakan kurikulum di sekolah
e. Mengevaluasi kurikulum yang berlaku
5. Model Terbalik Hilda Taba
Model ini dikembangkan oleh Hilda Taba atas dasar data induktif yang disebut model terbalik karena langkah-langkahnya diawali dengan pencarian data dari lapangan dengan cara mengadakan percobaan, kemudian disusun teorinya lalu diadakan pelaksanaan.
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a. Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi, menemukan penilaian, memperhatikan keluasan dan kedalaman bahan, kemudian menyusun suatu unit kurikulum.
b. Mengadakan try out.
c. Mengadakan revisi berdasarkan try out.
d. Menyusun kerangka kerja teori
e. Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.
6. Model Hubungan Interpersonal dari Rogers
Kurikulum yang dikembangkan hendaknya dapat mengembangkan individu secara fleksibel terhadap perubahan-perubahan dengan cara melatih diri berkomunikasi secara interpersonal.
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a. Dibentuk kelompok untuk memperoleh hubungan interpersonal di tempat yang tidak sibuk.
b. Kurang lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan saling tukar pengalaman di bawah pimpinan staf pengajar.
c. Kemudian diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas dalam suatu sekolah, sehingga hubungan interpersonal akan menjadi lebih sempurna, yaitu hubungan antara guru dengan guru, guru dengan siswa, siswa dengan siswa dalam suasana yang akrab.
d. Selanjutnya pertemuan diadakan dengan mengikutsertakan anggota yang lebih luas lagi, yaitu para pegawai adminstrasi dan orang tua siswa. Dalam situasi yang demikian diharapkan masing-masing personakan akan saling menghayati dan lebih akrab, sehingga memudahkan berbagai pemecahan problem sekolah.
e. Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan penyusunan kurikulum akan lebih realistis karena didasari oleh kenyataan-kenyataan yang diharapkan.
7. Model Action Research yang Sistematis
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum yaitu adanya hubungan antarmanusia, keadaan organisasi sekolah, situasi masyarakat, dan otoritas ilmu pengetahuan.
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a. Dirasakan adanya problem proses belajar mengajar di sekolah yang perlu diteliti.
b. Mencari sebab-sebab terjadinya problem dan sekaligus dicari pemecahannya. Kemudian menentukan keputusan apa yang perlu diambil sehubungan dengan masalah yang timbul tersebut.
c. Melaksankan keputusan yang telah diambil.
Selanjutnya, menurut Sukmadinata (2005: 81-100), terdapat beberapa model konsep kurikulum, yaitu 1) Kurikulum Subjek Akademis, 2) Kurikulum Humanistik, 3) Kurikulum Rekonstruksi Sosial, dan 4) Kurikulum Teknologis.
1. Kurikulum Subjek Akademis
Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi masa lalu. Kurikulum ini dikembangkan berdasarkan pandangan bahwa fungsi pendidikan adalah memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan berupa disiplin ilmu yang telah dikembangkan secara logis, sistematis, dan solid oleh para ahli. Belajar adalah berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebgaian besar isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru. Guru sebagai penyampai bahan ajar memegang peranan yang sangat penting. Mereka harus menguasai semua pengetahuan yang ada dalam kurikulum. Guru adalah yang ”digugu dan ditiru” (diikuti dan dicontoh).
Pendidikan berdasarkan kurikulum ini lebih bersifat intelektual. Namun, demikian, dalam perkembangannya sekarang kurikulum ini secara berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa.
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi.
a. Tujuan kurikulum subjek adademis adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses ”penelitian”.
b. Metode yang paling banyak digunakan adalah metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide (konsep utama) disusun secara sistematis dan diberi ilustrasi secara jelas, untuk selanjutnya dikaji dan dikuasai siswa. Para siswa menemukan bahwa kemampuan berpikir dan mengamati digunakan dalam ilmu kealaman, logika digunakan dalam matematika, bentuk dan perasaan digunakan dalam seni, serta koherensi dalam sejarah.
c. Pola organisasi isi kurikulum berupa correlated curriculum, unified (concentrated curriculum), integrated curriculum, dan problem solving curriculum.
d. Evaluasi pelaksanaan kurikulum ini menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran.
2. Kurikulum Humanistik
Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi(personalized education) yaitu John Dewey (Progressive Education) dan J.J. Rousseau(Romantic Education). Aliran ini bertolak dari asumsi bahwa siswa adalah yang pertama dan uatama dalam pendidikan. Merekan percaya bahwa siswa mempunyai potensi, punya kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanis juga berpegang pada konsep Gestalt, bahwa individu merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada pembinaan manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektual, tetapi juga segi sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai-nilai, dan lain-lain).
Kurikulum humanistik memiliki karakteristik sebagai berikut.
a. Tujuan pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar.
b. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode yang menciptakan hubungan emosional yang baik antara guru dan siswa, memperlancar proses belajar, dan memberikan dorongan kepada siswa atas dasar saling percaya, tanpa ada paksaan.
c. Kurikulum menekankan integrasi, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Selain itu, kurikulum ini juga menekankan pada pemberian pengalaman yang menyeluruh, bukan terpenggal-penggal. Kurikulum ini kurang mengutamakan sekuens karena kan mengakibatkan siswa kurang mempunyai kesempatan untuk memperluas dan memeperdalam aspek-aspek perkembangannya.
d. Evaluasi dilaksanakan lebih mengutamakan proses daripada hasil. Kegiatan belajar yang baik adalah yang memberikan pengalaman kepada siswa untuk memperluas kesadaran dirinya dan mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam kurikulum ini tidak digunakan kriteria pencapaian. Peniaian bersifat subjektif baik dari guru maupun para siswa.
3. Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat dan bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, inetraksi, atau kerja sama antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya, dan dengan sumber belajar lainnya.
Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki karakteristik sebagai berikut.
a. Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan, atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Tantangan-tantangan tersebut merupakan bidang garapan studi sosial yang bersifat universal bisa didekati dari berbagai disiplin ilmu dan dapat dikaji dalam kurikulum.
b. Dalam pengajaran rekonstruksi sosial para pengembang kurikulum berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengann tujuan siswa. Guru-guru berusaha membantu para siswa menemukan minat dan kebutuhannya. Pembelajaran diciptakan berupa kerja sama antarsiswa, antarkelompok, dan antara siswa dengan nara sumber dari masyarakat. Dengan demikian terbentuk juga saling kebergantungan, saling pengertian, dan konsesnsus. Sejak sekolah dasar, siswa sudah diharuskan turut serta dalam survey kemasyarakatan serta kegiatan sosial lainnya. Adapun kelas-kelas tinggi dihadapkan kepada situasi nyata dan diperkenalkan dengan situasi-situasi ideal. Dengan begitu diharapkan siswa dapat menciptakan model-model kasar dari situasi yang akan datang.
c. Pada tingkat sekolah menengah, pola organisasi kurikulum disusun seperti sebuah roda. Di tengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno. Dari tema utama dijabarkan sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi-diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan, dan lain-lain. Topik-topik dengan berbagai kegiatan kelompok ini merupakan jari-jari. Semuakegiatan jari-jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk.
d. Evaluasi diarahkan bukan hanya pada apa yang telah dikuasai siswa, tetapi juga pada sejauh mana pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat. Penilaian dilaksanakan dengan melibatkan siswa terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Sebelum diujikan, soal-soal dinilai terlebih dahulu ketepatannya, keluasan isinya, dan keampuhannya menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan masyarakat yang sifatnya kualitatif.
4. Kurikulum Teknologis.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, di bidang pendidikan berkembang pula teknologi pendidikan. Aliran ini ada persamaannya dengan pendidikan klasik, yaitu menekankan isi kurikulum yang tidak diarahkan pada pemeliharaan dan pengawetan ilmu tersebut tetapi pada penguasaan kompetensi. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih sempit/khusus dan akhirnya menjadi prilaku-prilaku yang dapat diamati atau diukur.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak(software) dan perangkat keras(hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat(tool technology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut teknologi sistem(system technologi).
Kurikulum teknologis memiliki beberapa ciri khusus, yaitu:
a. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku.
b. Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respon yang diharapkan maka respon tersebut diperkuat.
c. Bahan ajar atau isi kurikulum (organisasi bahan ajar) banyak diambil dari disiplin ilmu tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan suatu kompetensi.
d. Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit ataupun semester.
E. Tahapan Pengembangan Kurikulum
Konsep pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai:
1. Perekeyasaan (engineering), meliputi empat tahap, yakni:
a. Menentukan pondasi atau dasar-dasar yang diperlukan untuk mengembangkan kurikulum;
b. Konstrukei ialah mengembangkan model kurikulm yang diharapkan berdasarkan fondasi tersebut.
c. Impelementasi, yaitu pelaksanaan kurikulum;
d. Evaluasi, yaitu menilai kurikulum secara komprehensif dan sistemik.
2. Konstruksi, yaitu proses pengembangan secara mikro, yang pada garis besarnya melalui proses 4 kegiatan, yakni merancang tujuan, merumuskan materi, menetapkan metode, dan merancang evaluasi. (Hamalik, 2007: 133)
Pengembangan kurikulum berlandaskan manajemen, berarti melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum erdasarkan pola pikir manajemen, atau berdasarkan proses manajemen sesuai dengan fungsi-fungsi manajemen, yang terdiri dari (Hamalik, 2007: 133-134):
Pertama, Perencanaan kurikulum yang dirancang berdasarkan analisis kebutuhan, menggunakan model tertentu dan mengacu pada suatu desain kurikulum yang efektif.
Kedua, Pengorganisasian kurikulum yang ditata baik secara struktural maupun secara fungsional.
Ketiga, Impelementasi yakni pelaksanaan kurikulum di lapangan
Keempat, Ketenagaan dalam pengembangan kurikulum.
Kelima, Kontrol kurikulum yang mencakup evaluasi kurikulum.
Keenam, Mekanisme pengembangan kurikulum secara menyeluruh.
Mekanisme Pengembangan Kurikulum
Tahap 1 : Studi kelayakan dan kebutuhan
Tahap 2 : Penyusunan konsep awal perencanaan kurikulum
Tahap 3 : Pengembangan rencana untuk melaksanakan kurikulum
Tahap 4 : Pelaksanaan uji coba kurikulum di lapangan
Tahap 5 : Pelaksanaan kurikulum
Tahap 6 : Pelaksanaan penilaian dan pemantauan kurikulum
Tahap 7 : Pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian
(Hamalik, 2007: 142-143)
Tahap 1 : Studi kelayakan dan kebutuhan
Pengembang kurikulum melakukan kegiatan analisis kebutuhan program dan merumuskan dasar-dasar pertimbangan bagi pengembangan kurikulum tersebut. Untuk itu si pengembang perlu melakukan studi dokumentasi dan/atau studi lapangan.
Tahap 2 : Penyusunan konsep awal perencanaan kurikulum
Konsep awal ini dirumuskan berdasarkan rumusan kemampuan, selanjutnya merumuskan tujuan, isi, strategi pembelajaran sesuai dengan pola kurikulum sistemik.
Tahap 3 : Pengembangan rencana untuk melaksanakan kurikulum
Penyusunan rencana ini mencakup penyusunan silabus, pengembangan bahan pelajaran dan sumber-sumber material lainnya.
Tahap 4 : Pelaksanaan uji coba kurikulum di lapangan
Pengujian kurikulum di lapangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keandalannya, kemungkinan pelaksanaan dan keberhasilannya, hambatan dan masalah-masalah yang timbul dan faktor-faktor pendukung yang tersedia, dan lain-lain yang berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum.
Tahap 5 : Pelaksanaan kurikulum
Ada 2 kegiatan yang perlu dilakukan, ialah :
1) Kegiatan desiminasi, yakni pelaksanaan kurikulum dalam lingkup sampel yang lebih luas.
2) Pelaksanaan kurikulum secara menyeluruh yang mencakup semua satuan pendidikan pada jenjang yang sama.
Tahap 6 : Pelaksanaan penilaian dan pemantauan kurikulum
Selama pelaksanaan kurikulum perlu dilakukan penialaian dan pemantauan yang berkenaan dengan desain kurikulum dan hasil pelaksanaan kurikulum serta dampaknya.
Tahap 7 : Pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian
Berdasarkan penilaian dan pemantauan kurikulum diperoleh data dan informasi yang akurat, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan pada kurikulum tersebut bila diperlukan, atau melakukan penyesuaian kurikulum dengan keadaan. Perbaikan dilakukan terhadap beberapa aspek dalam kurikulum tersebut (Hamalik, 2007: 142-143).
Sedangkan Soetopo dan Soemanto (1986:60-61) mengemukakan tahapan atau langkah-langkah pengembangan kurikulum makrokospis sebagai berikut.
1. Pengaruh faktor-faktor yang mendorong pembaharuan kurikulum.
a. Tujuan (objectives) tertentu, yang permulaannya didorong oleh pengaruh faktor sejarah, sosiologis, filsafah, psikologis, dan ilmu pengetahuan.
b. Hasil-hasil penemuan riset dalam interaksi belajar mengajar.
c. Tekanan-tekanan, baik yang berasal dari kelompok penekanan maupun dari pengujian-pengujian eksternal.
2. Inisiasi Pengembangan.
Proses pengambilan keputusan baik di dalam maupun di luar sistem pendidikan mengenai suatu pengembangan atau innovasi kurikulum hendak dilaksanakan.
3. Inovasi Kurikulum Baru
Kurikulum baru dikembangkan melalui proyek-proyek pengembangan kurikulum yang harus mengikuti fase-fase:
a. Penentuan tujuan-tujuan (objectives) kurikulum.
b. Produksi ‘materials’ (seperti buku, alat visual, perangkat) dan penciptaan metode-metode pembelajaran yang sesuai.
c. Pelaksanaan percobaan-percobaan terbatas pada sekolah-sekolah.
d. Evaluasi dan revisi ’material’ dan metode.
e. Penyebaran yang tak terbatas ’material’ dan metode yang sudah direvisi.
4. Difusi (penyebaran) Pengetahuan dan Pengertian tentang Pengembangan Kurikulum di luar Lembaga-lembaga Pengembangan Kurikulum.
Hasil-hasil percobaan kurikulum disebarluaskan di sekolah-sekolah dan masyarakat umum melalui penanaman pengertian, sehingga mereka akan responsif terhadap pembaharuan yang hendak dilaksanakan.
5. Implementasi Kurikulum yang telah dikembangkan di sekolah-sekolah
6. Evaluasi Kurikulum
Para pengembang kurikulum mengadakan penilaian tehadap kurikulum yang telah dilaksanakan, dengan mendapatkan umpan balik dari para guru, murid, adminisrtrator sekolah, orang tua siswa, Komite Sekolah, dan sebagainya.
Kegiatan pengembangan kurikulum dapat dilaksanakan pada berbagai kondisi atau setting, mulai dari tingkat kelas sampai dengan tingkat nasional. Kondisi-kondisi itu menurut Hamalik (2007: 104) adalah :
a. Pengembangan kurikulum oleh guru kelas.
b. Pengembangan kurikulum oleh sekelompok guru dalam suatu sekolah.
c. Pengembangan kurikulum melalui pusat guru (teacher’s centre’s)
d. Pengembangan kurikulum pada tingkat daerah
e. Pengembangan kurikulum dalam/melalui proyek nasional.
BAB III
KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH DI INDONESIA
A. SEKILAS TENTANG PERKEMBANGAN KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH DI INDONESIA
Suka atau tidak suka seseorang terhadap matematika, namun tidak dapat dihindari bahwa hidupnya akan senantiasa bertemu dengan matematika, entah itu dalam pembelajaran formal, non formal maupun dalam kehidupan praktis sehari-hari. Matematika merupakan alat bantu kehidupan dan pelayan bagi ilmu-ilmu yang lain, seperti fisika, kimia, biologi, astronomi, teknik, ekonomi, farmasi maupun matematika sendiri.
Mungkin diantara kita banyak yang bertanya bukankah saat ini sudah ada kalkulator dan komputer sehingga matematika sebagai alat bantu kehidupan menjadi berkurang? Memang benar, dengan kehadiran kedua alat tersebut banyak persoalan kehidupan yang awalnya mudah menjadi sulit, dan dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat. Namun perlu diketahui bahwa alat-alat tersebut pun juga menggunakan prinsip matematika. Tanpa adanya prinsip-prinsip dan konsep matematika kedua alat tersebut yaitu kalkulator dan komputer tidak mungkin ada. Begitu pentingnya matematika dalam kehidupan maka tidak aneh jika pembelajaran matematika mengalami perkembangan dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Bagaimanakah perkembangan pembelajaran matematika di dalam negeri?
a. Matematika tradisional (Ilmu Pasti)
Setelah Indonesia terlepas dari penjajahan kolonial, pemerintah berbenah diri menyusun program pendidikan. Matematika diletakkan sebagai salah satu mata pelajaran wajib. Saat itu pembelajaran matematika lebih ditekankan pada ilmu hitung dan cara berhitung. Urutan-urutan materi seolah-olah telah menjadi konsensus masyarakat. Karena seolah-olah sudah menjadi konsensus maka ketika urutan dirubah sedikit saja protes dan penentangan dari masyarakat begitu kuat. Untuk pertama kali yang diperkenalkan kepada siswa adalah bilangan asli dan membilang, kemudian penjumlahan dengan jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan yang selisihnya positif dan lain sebagainya.
Kekhasan lain dari pembelajaran matematika tradisional adalah bahwa pembelajaran lebih menekankan hafalan dari pada pengertian, menekankan bagaimana sesuatu itu dihitung bukan mengapa sesuatu itu dihitungnya demikian, lebih mengutamakan kepada melatih otak bukan kegunaan, bahasa/istilah dan simbol yang digunakan tidak jelas, urutan operasi harus diterima tanpa alasan, dan seterusnya.
Urutan operasi hitung pada era pembelajaran matematika tradisional adalah kali, bagi, tambah dan kurang. Maksudnya bila ada soal dengan menggunakan operasi hitung maka perkalian harus didahulukan dimanapun letaknya baru kemudian pembagian, penjumlahan dan pengurangan. Urutan operasi ini mulai tahun 1974 sudah tidak dipandang kuat lagi banyak kasus yang dapat digunakan untuk menunjukkan kelemahan urutan tersebut.
Contoh
12 : 3 jawabanya adalah 4, dengan tanpa memberi tanda kurung, soal di atas ekuivalen dengan 9 + 3 : 3, berdasar urutan operasi yaitu bagi dulu baru jumlah dan hasilnya adalah 10. Perbedaan hasil inilah yang menjadi alasan bahwa urutan tersebut kurang kuat.
Sementara itu cabang matematka yang diberikan di sekolah menengah pertama adalah aljabar dan Ilmu ukur (geometri) bidang. Geometri ini diajarkan secara terpisah dengan geometri ruang selama tiga tahun. Sedangkan yang diberikan di sekolah menengah atas adalah aljabar, geometri ruang, goneometri, geometri lukis, dan sedikit geometri analitik bidang. Geometri ruang tidak diajarkan serempak dengan geometri ruang, geomerti lukis adalah ilmu yang kurang banyak diperlukan dalam kehidupan sehingga menjadi abstrak dikalangan siswa.
b. Pembelajaran Matematika Modern
Pengajaran matematika modern resminya dimulai setelah adanya kurikulum 1975. Model pembelajaran matematika modern ini muncul karena adanya kemajuan teknologi. Di Amerika Serikat perasaan adanya kekurangan orang-orang yang mampu menangani senjata, rudal dan roket sangat sedikit, mendorong munculnya pembaharuan pembelajaran matematika. Selain itu penemuan-penemuan teori belajar mengajar oleh J. Piaget, W Brownell, J.P Guilford, J.S Bruner, Z.P Dienes, D.Ausubel, R.M Gagne dan lain-lain semakin memperkuat arus perubahan model pembelajaran matematika.
W. Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan berpengertian. Teori ini sesuai dengan teori Gestalt yang muncul sekitar tahun 1930, dimana Gestalt menengaskan bahwa latihan hafal atau yang sering disebut drill adalah sangat penting dalam pengajaran namun diterapkan setelah tertanam pengertian pada siswa.
Dua hal tersebut di atas memperngaruhi perkembangan pembelajaran matematika di Indonesia. Berbagai kelemahan seolah nampak jelas, pembelajaran kurang menekankan pada pengertian, kurang adanya kontinuitas, kurang merangsang anak untuk ingin tahu, dan lain sebagainya. Ditambah lagi masyarakat dihadapkan pada kemajuan teknologi. Akhirnya Pemerintah merancang program pembelajaran yang dapat menutupi kelemanahn-kelemahan tersebut. Muncullah kurikulum 1975 dimana matematika saat itu mempunyai karakteristik sebagai berikut ;
1) Memuat topik-topik dan pendekatan baru. Topik-topik baru yang muncul adalah himpunan, statistik dan probabilitas, relasi, sistem numerasi kuno, penulisan lambang bilangan non desimal.
2) Pembelajaran lebih menekankan pembelajaran bermakna dan berpengertian dari pada hafalan dan ketrampilan berhitung.
3) Program matematika sekolah dasar dan sekolah menengah lebih kontinyu.
4) Pengenalan penekanan pembelajaran pada struktur.
5) Programnya dapat melayani kelompok anak-anak yang kemampuannya hetrogen.
6) Menggunakan bahasa yang lebih tepat.
7) Pusat pengajaran pada murid tidak pada guru.
8) Metode pembelajaran menggunakan meode menemukan, memecahkan masalah dan teknik diskusi.
9) Pengajaran matematika lebih hidup dan menarik.
c. Kurikulum Matematika 1984
Pembelajaran matematika pada era 1980-an merupakan gerakan revolusi matematika kedua, walaupun tidak sedahsyat pada revolusi matematika pertama atau matematika modern. Revolusi ini diawali oleh kekhawatiran negara maju yang akan disusul oleh negara-negara terbelakang saat itu, seperti Jerman barat, Jepang, Korea, dan Taiwan. Pengajaran matematika ditandai oleh beberapa hal yaitu adanya kemajuan teknologi muthakir seperti kalkulator dan komputer.
Perkembangan matematika di luar negeri tersebut berpengaruh terhadap matematika dalam negeri. Di dalam negeri, tahun 1984 pemerintah melaunching kurikulum baru, yaitu kurikulum tahun 1984. Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut antara lain, adanya sarat materi, perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah dari segi teknologi, adanya perbedaan kesenjangan antara program kurikulum di satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak lain, belum sesuainya materi kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, CBSA (cara belajar siswa aktif) menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum tersebut.
Dalam kurikulum ini siswa di sekolah dasar diberi materi aritmatika sosial, sementara untuk siswa sekolah menengah atas diberi materi baru seperti komputer. Hal lain yang menjadi perhatian dalam kurikulum tersebut, adalah bahan bahan baru yang sesuai dengan tuntutan di lapangan, permainan geometri yang mampu mengaktifkan siswa juga disajikan dalam kurikulum ini.
Sementara itu langkah-langkah agar pelaksanaan kurikulum berhasil adalah melakukan hal-hal sebagai berikut;
1) Guru supaya meningkatkan profesinalisme
2) Dalam buku paket harus dimasukkan kegiatan yang menggunakan kalkulator dan computer
3) Sinkronisasi dan kesinambungan pembelajaran dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan
4) Pengevaluasian hasil pembelajaran
5) Prinsip CBSA di pelihara terus
d. Kurikulum Tahun 1994
Kegiatan matematika internasional begitu marak di tahun 90-an. walaupun hal itu bukan hal yang baru sebab tahun tahun sebelumnya kegiatan internasional seperti olimpiade matematika sudah berjalan beberapa kali. Sampai tahun 1977 saja sudah 19 kali diselenggarakan olimpiade matematika internasional. Saat itu Yugoslavia menjadi tuan rumah pelaksanaan olimpiade, dan yang berhasil mendulang medali adalah Amerika, Rusia, Inggris, Hongaria, dan Belanda.
Indonesia tidak ketinggalan dalam pentas olimpiade tersebut namun jarang mendulang medali. (tahun 2004 dalam olimpiade matematika di Athena, lewat perwakilan siswa SMU 1 Surakarta atas nama Nolang Hanani merebut medali). Keprihatinan tersebut diperparah dengan kondisi lulusan yang kurang siap dalam kancah kehidupan. Para lulusan kurang mampu dalam menyelsaikan problem-probelmke hidupan dan lain sebagainya. Dengan dasar inilah pemerintah berusaha mengembangkan kurikulum baru yang mampu membekali siswa berkaitan dengan problem-solving kehidupan. Lahirlah kurikulum tahun 1994.
Dalam kurikulm tahun 1994, pembelajaran matematika mempunyai karakter yang khas, struktur materi sudah disesuaikan dengan psikologi perkembangan anak, materi keahlian seperti komputer semakin mendalam, model-model pembelajaran matematika kehidupan disajikan dalam berbagai pokok bahasan. Intinya pembelajaran matematika saat itu mengedepankan tekstual materi namun tidak melupakan hal-hal kontekstual yang berkaitan dengan materi. Soal cerita menjadi sajian menarik disetiap akhir pokok bahasan, hal ini diberikan dengan pertimbangan agar siswa mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari.
e. Kurikulum tahun 2004
Setelah beberapa dekade dan secara khusus sepuluh tahun berjalan dengan kurikulum 1994, pola-pola lama bahwa guru menerangkan konsep, guru memberikan contoh, murid secara individual mengerjakan latihan, murid mengerjakan soal-soal pekerjaan rumah hanya kegiatan rutin saja disekolah, sementara bagaimana keragaman pikiran siswa dan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasannya kurang menjadi perhatian.
Para siswa umumnya belajar tanpa ada kesempatan untuk mengkomunikasikan gagasannya, mengembangkan kreatifitasnya. Jawaban soal seolah membatasi kreatifitas dari siswa karena jawaban benar seolah-lah hanya otoritas dari seorang guru. Pembelajaran seperti paparan di atas akhirnya hanya menghasilkan lulusan yang kurang terampil secara matematis dalam menyelesaikan persoalah-persoalan seharai-hari. Bahkan pembelajaran model di atas semakin memunculkan kesan kuat bahwa matematika pelajaran yang sulit dan tidak menarik.
Tahun 2004 pemerintah melaunching kurikulum baru dengan nama kurikulum berbasis kompetesi. Secara khusus model pembelajaran matematika dalam kurikulum tersebut mempunyai tujuan antara lain;
1) Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkankesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi
2) Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
Mengembangkan kewmapuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
B. KOMPETENSI
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi informasi, yang berjalan cepat dan semakin cepat dalam dua dasawarsa ini merupakan salah satu tanda globalisasi. Kemajuan tersebut telah mempengaruhi peradaban manusia sedemikian luas melebihi abad-abad sebelumnya. Pengaruh tersebut dapat dilihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran, serta cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks lokal dan global. Pada masa sekarang, hanya negara yang mempunyai pemahaman dan kearifan tentang proses dan ancaman globalisasi yang akan mempunyai kesempatan untuk dapat bertahan hidup, produktif, sejahtera, damai, dan aman dalam masyarakatnya dan masyarakat dunia (Ella Yulaelawati, 2004: 17)
Kehidupan damai, sejahtera, dan diperhitungkan dalam masyarakat dunia tidak dapat lagi hanya dimaknai dan dikaitkan dengan banyaknya sumber daya alam. Tetapi harus diartikan dengan tingginya daya saing, daya suai, dan kompetensi suatu bangsa. Dengan ketiga hal tersebut, maka akan lebih mudah bagi suatu bangsa untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain yang telah jauh lebih maju. Tingginya daya saing memerlukan kompetensi yang tinggi pula karena pada abad pengetahuan ini dinamika politik sebuah negara di kancah global sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat dipengaruhi oleh kompetensi sumber daya manusianya.
Pada abad pengetahuan ini diperlukan masyarakat berpengetahuan yang belajar sepanjang hayat sehingga tidak seorang pun dibolehkan untuk tidak memperoleh pengetahuan dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai oleh masyarakat sangat beragam dan berkualitas. Untuk itu diperlukan kurikulum yang mampu menjadi wahana pencapaian pengetahuan dan keterampilan tersebut. Kurikulum yang demikian sering disebut dengan kurikulum berbasis kompetensi.
Berdasarkan teori, secara umum kompetensi dapat didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai sebagai kinerja yang berpengaruh terhadap peran, perbuatan, prestasi, serta pekerjaan orang. Dengan demikian, kompetensi dapat diukur dengan standar umum serta dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan (Ella Yulaelawati, 2004: 13).
Kurikulum berbasis kompetensi diharapkan dapat menciptakan lulusan yang kompeten dan cerdas dalam membangun identitas, budaya, serta bangsanya. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa kompetensi dalam kurikulum dikembangkan dengan maksud untuk memberikan keterampilan dan keahlian daya saing serta berdaya suai untuk bertahan dalam perubahan, pertentangan, ketidaktentuan, dan kerumitan-kerumitan kehidupan (Ella Yulaelawati, 2004: 18).
Menurut Ella Yulaelawati (2004: 19), pemilikan kompetensi secara mendasar dapat menumbuhkan jiwa produktif dan kepemimpinan. Suatu bangsa yang kuat dan dapat dipercaya memerlukan tenaga kerja yang mempunyai standar kompetensi yang tinggi untuk memenuhi tantangan persaingan serta perubahan teknologi. Bangsa yang dapat memberikan dan menggunakan standar kompetensi tinggi pada peserta didik sebagai usaha mewujudkan pencapaian tujuan pendidikan nasional dapat menghasilkan sumber daya manusia yang mampu bekerja, bertahan, menyesuaikan diri, serta mampu bersaing dlaam kehidupan yang beradab dan bermartabat.
C. PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. (BSNP, 2006: 1). Rumusan tersebut mengandung pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
1) Kurikulum merupakan suatu rencana/perencanaan;
2) Kurikulum merupakan pengaturan, berarti mempunyai sistematika dan struktur tertentu;
3) Kurikulum memuat isi dan bahan pelajaran, menunjuk kepada perangkat mata ajaran atau bidang pengajaran tertentu;
4) Kurikulum mengandung cara, metode, atau strategi penyampaian bahan pengajaran;
5) Kurikulum merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran;
6) Kendatipun tidak tertulis, namun telah tersirat di dalam kurikulum, yakni kurikulum dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan;
7) Berdasarkan butir 6, maka kurikulum sebenarnya merupakan alat pendidikan.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menyatakan: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Seiring dengan amanat dalam UU tersebut di atas, maka pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Standar nasional pendidikan terdiri atas: standar isi (SI), standar proses, standar kompetensi lulusan (SKL), standar tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Dua dari standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam pengembangan KTSP (BSNP, 2006:1).
Pengembangan KTSP harus memperhatikan pilar-pilar pendidikan yang berkembang di abad ini:
1) Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2) Belajar untuk memahami dan menghayati,
3) Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
4) Belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
5) Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (BSNP, 2006: 2)
Pilar-pilar pembelajaran yang dirumuskan BSNP di atas merupakan hasil kajian terhadap 6 pilar pendidikan yang direkomendasikan oleh UNESCO. Keenam pilar pendidikan yang dimaksud adalah (Mastuhu, 2003: 132 – 135):
1) Learning to Know
Maksudnya adalah bukan sebatas mengetahui dan memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan mengingat selama-lamanya dengan setepat-tepatnya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang telah diberikan. Tetapi kemampuan memahami makna di balik materi ajar yang telah diterimanya.
2) Learning to Do
Maksudnya bukanlah kemampuan berbuat yang mekanis dan pertukangan tanpa pemikiran, tetapi action in thinking, berbuat dengan berpikir, learning by doing. Dengan demikian, peserta didik akan terus belajar bagaimana memperbaiki dan menumbuhkembangkan kerja, juga bagaimana mengembangkan teori atau konsep intelektualitasnya. Learning to Do juga dimaksudkan untuk menuntun peserta didik mengenal hubungan antara berkarya dan beriman menurut keyakinan agamanya. Esensi bekerja bukan semata-mata mencari uang, tetapi adalah belajar.
3) Learning to Be
Manusia di zaman modern ini dapat hanyut ditelan masa jika ia tidak berpegang teguh pada jati dirinya. Learning to Be akan menuntun peserta didik menjadi ilmuwan sehingga mampu menggali dan menentukan nilai kehidupannya sendiri dalam hidup di masyarakat sebagai hasil belajarnya.
4) Learning to Live Together
Pilar ini menuntun seseorang untuk dapat hidup bermasyarakat dan menjadi manusia berpendidikan yang bermanfaat baik bagi diri dan masyarakatnya, maupun bagi seluruh umat manusia.
5) Learn How to Learn
Dalam hidup dan kehidupnnya, manusia akan senantiasa dihadapkan dengan masalah. Ibaratnya
6) Learning Throughout Life
1. Landasan Pengembangan KTSP
2. Prinsip-Prinsip Pengembangan KTSP
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi (BSNP, 2006: 5 – 7), yaitu :
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
2. Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat. kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu kurikulum tingkat satuan pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.
BAB IV
MATEMATIKA SEKOLAH
A. Hakikat Matematika dan Matematika Sekolah
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam dokumen ini disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Selain itu, perlu ada pembahasan mengenai bagaimana matematika banyak diterapkan dalam teknologi informasi sebagai perluasan pengetahuan peserta didik.
B. Tujuan Pembelajaran Matematika Sekolah
Berdasarkan PERMENDIKNAS No. 22 Tahun 2006, Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Penjelasan dari tiap tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
Objek dalam pembelajaran matematika adalah: fakta, konsep, prinsip, dan skills (Bells dalam Setiawan: 2005). Objek tersebut menjadi perantara bagi siswa dalam menguasai kompetensi-kompetensi dasar (KD) yang dimuat dalam SI mata pelajaran matematika.
Fakta adalah sebarang kemufakatan dalam matematika. Fakta matematika meliputi istilah (nama), notasi (lambang), dan kemufakatan (konvensi).
Contoh fakta: Kaitan kata “lima” dan simbol “5”. Kaitan tanda “=“ dengan kata “sama dengan”. Kesepakatan pada garis bilangan: sebelah kanan O adalah positif, sebelah kiri O adalah negatif.
Konsep adalah ide (abstrak) yang dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan/menggolongkan sesuatu objek. Suatu konsep biasa dibatasi dalam suatu ungkapan yang disebut definisi. “Segitiga” adalah suatu konsep yang dapat digunakan untuk mengelompokkan bangun datar, yaitu yang masuk dalam pengertian “segitiga” dan “yang tidak termasuk dalam pengertian segitiga”. Beberapa konsep merupakan pengertian dasar yang dapat ditangkap secara alami (tanpa didefinisikan).
Contoh konsep: konsep himpunan. Beberapa konsep lain diturunkan dari konsep konsep yang mendahuluinya, sehingga berjenjang. Konsep yang diturunkan tadi dikatakan berjenjang lebih tinggi daripada konsep yang mendahuluinya. Contoh: konsep tentang relasi – fungsi – korespondensi satu-satu.
Prinsip adalah rangkaian konsep-konsep beserta hubungannya. Umumnya prinsip berupa pernyataan. Beberapa prinsip merupakan prinsip dasar yang dapat diterima kebenarannya secara alami tanpa pembuktian. Prinsip dasar ini disebut aksioma atau postulat.
Contoh Prinsip: Dua segitiga dikatakan kongruen jika dua pasang sisinya sama panjang dan sudut yang diapit kedua sisi itu sama besar.
Persegi panjang dapat menempati bingkainya dengan empat cara.
Skill atau keterampilan dalam matematika adalah kemampuan pengerjaan (operasi) dan prosedur yang harus dikuasai oleh siswa dengan kecepatan dan ketepatan yang tinggi, misalnya operasi hitung, operasi himpunan. Beberapa keterampilan ditentukan oleh seperangkat aturan atau instruksi atau prosedur yang berurutan, yang disebut algoritma, misalnya prosedur menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel.
Pada intinya tujuan pertama itu tercapai bila siswa mampu memahami konsep-konsep matematika. Mencermati tujuan pertama dari mata pelajaran matematika dalam hubungannya dengan objek matematika yang menjadi perantara siswa dalam mempelajari KD-KD pada SI maka dapat dikatakan bahwa konsep matematika yang dimaksud pada tujuan pertama meliputi fakta, konsep, prinsip, dan skill atau algoritma. Dalam kaitan itu pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah diuraikan bahwa indikator siswa memahami konsep matematika adalah mampu:
1) menyatakan ulang sebuah konsep,
2) mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya,
3) memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep,
4) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis,
5) mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep,
6) menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu,
7) mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah.
Contoh ilustrasi hasil belajar lingkup pemahaman konsep sebagai berikut.
Ketika siswa belajar KD 2.3 Kelas VII Semester 1 yaitu ‘Menyelesaikan persamaan linear satu variabel’, maka ia harus terampil menyelesaikan persamaan linear satu variable (PLSV). Agar memiliki kemampuan seperti itu maka siswa harus paham konsep PLSV dan algoritma menyelesaikan PLSV atau memahami prinsip (dalil) kesetaraan. Bila itu terwujud maka ia dikatakan mampu menyelesaikan PLSV. Kemampuan itu lingkupnya adalah pemahaman konsep.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
Penalaran adalah suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya (Fadjar Shadiq, 2003).
Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika (Depdiknas dalam Fadjar Shadiq, 2005).
Contoh hasil penalaran:
1. Jika besar dua sudut dalam segitiga 60° dan 100° maka besar sudut yang ketiga adalah 20°.
2. Jika (x − 1)(x + 10) = 0 maka x = 1 atau x = −10
3. Sekarang Ani berumur 15 tahun. Umur Dina 2 tahun lebih tua dari Ani. Jadi, sekarang umur Dina 17 tahun.
Pernyataan yang tercetak tebal adalah hasil penalaran.
Penalaran Induktif dan Deduktif
Ada dua cara untuk menarik kesimpulan yaitu secara induktif dan deduktif, sehingga dikenal istilah penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif adalah proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran deduktif merupakan proses berpikir untuk menarik kesimpulan tentang hal khusus yang berpijak pada hal umum atau hal yang sebelumnya telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya.
Tentang penalaran deduktif, perhatikan pernyataan dari Depdiknas dalam Fadjar Shadiq (2005) berikut ini: “Unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya”.
1) Contoh siswa mampu melakukan penalaran induktif misalnya siswa mampu menyimpulkan bahwa jumlah sudut dalam suatu segitiga adalah 1800 setelah melakukan kegiatan memotong tiga sudut pada berbagai bentuk segitiga (lancip, tumpul, siku-siku) kemudian tiga sudut yang dipotong pada tiap segitiga dirangkai sehingga membentuk sudut lurus. Atau siswa dikatakan mampu melakukan penalaran secara induktif setelah mengukur tiap sudut pada berbagai bentuk segitiga dengan busur derajat kemudian menjumlahkannya.
2) Contoh siswa mampu melakukan penalaran deduktif misalnya siswa mampu melakukan pembuktian bahwa jumlah sudut dalam segitiga itu 1800 dengan menggunakan prinsip tentang sifat sudut pada dua garis sejajar yang dipotong oleh garis ketiga (sehadap, berseberangan, sepihak) yang sudah dipelajarinya seperti berikut ini.
Ð A = Ð C3 (sudut sehadap)
Ð B = Ð C2 (sudut dalam berseberangan)
Ð C = Ð C1
Ð A + Ð B + Ð C = Ð C1 + Ð C2 + Ð C3 = 180° (sudut lurus)
Mencermati tujuan kedua dari mata pelajaran matematika maka pada intinya tujuan ini tercapai bila siswa mampu melakukan penalaran. Siswa dikatakan mampu melakukan penalaran bila ia mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Dalam kaitan itu pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah diuraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan dalam penalaran adalah mampu:
1) mengajukan dugaan,
2) melakukan manipulasi matematika,
3) menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi,
4) menarik kesimpulan dari pernyataan,
5) memeriksa kesahihan suatu argumen,
6) menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
Salah satu kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa dalam belajar matematika adalah kemampuan memecahkan masalah atau problem solving. Apa yang dimaksud memecahkan masalah (problem solving)?
Sebelum mempelajari maksud dari problem solving, terlebih dahulu kita bahas tentang maksud dari problem atau masalah. Setiap penugasan dalam belajar matematika untuk siswa dapat digolongkan menjadi dua hal yaitu exercise atau latihan dan problem atau masalah (Lenchner, 1983). Exercise (latihan) merupakan tugas yang langkah penyelesaiannya sudah diketahui siswa. Pada umumnya suatu latihan dapat diselesaikan dengan menerapkan secara langsung satu atau lebih algoritma. Problem lebih kompleks daripada latihan karena strategi untuk menyelesaikannya tidak langsung tampak. Dalam menyelesaikan problem siswa dituntut kreativitasnya. Perhatikan contoh-contoh berikut.
Contoh-1:
Tentukan dua bilangan yang belum diketahui pada pola bilangan berikut ini.
1. 1, 8, 27, 64, ..., ...
2. 9, 61, 52, 63, ..., ...
Pertanyaan refleksi (setelah mengerjakan soal):
1) Apakah dengan menerapkan suatu konsep atau algoritma pada soal 1, penyelesaian soal dapat dengan serta merta langsung diperoleh? Jelaskan!
2) Apakah dengan menerapkan suatu konsep atau algoritma pada soal 2, penyelesaian soal dapat dengan serta merta langsung diperoleh?
3) Mana yang lebih menantang, soal 1 atau soal 2?
4) Mana yang lebih memerlukan kreativitas dalam menyelesaikannya, soal 1 atau soal 2?
Contoh-2:
Suatu saat Anda menyodorkan sekumpulan mata uang logam kepada siswa. Kumpulan uang logam terdiri dari: 3 keping uang dua ratusan, 2 keping uang lima ratusan dan 1 keping uang ribuan. Berikan pertanyaan berikut ini kepada siswa.
a) Ada berapa macam keping mata uang pada kumpulan uang logam itu?
b) Ada berapa buah keping uang pada kumpulan uang logam itu?
c) Berapa total nilai uang pada kumpulan uang logam itu?
d) Kelompok keping uang manakah yang nilainya paling besar? Manakah yang nilainya paling kecil?
e) Berapa macam nilai uang berbeda yang dapat ditentukan dari keeping uang atau keping-keping uang yang semacam?
f) Berapa macam nilai uang berbeda yang dapat ditentukan dari kepingkeping uang yang terdiri dari dua macam?
g) Berapa macam nilai uang berbeda yang dapat ditentukan dari kepingkeping uang yang terdiri dari tiga macam?
h) Ada berapa macam nilai uang sama yang kombinasi kepingnya berbeda?. Tunjukkan nilai dan kombinasinya.
Pertanyaan refleksi (setelah mengerjakan soal):
a. Apakah kualitas empat pertanyaan pertama berbeda dengan kualitas empat pertanyaan berikutnya?
b. Manakah pertanyaan yang dapat diselesaikan dengan pengecekan sederhana pada bendanya atau dengan prosedur berhitung (penjumlahan) rutin yang biasa dilakukan?
c. Manakah pertanyaan yang tidak dapat diselesaikan dengan proses rutin yang biasa dilakukan, sehingga dalam menyelesaikannya terlebih dahulu siswa dituntut menentukan metode pemecahan yang tepat? Apakah untuk menyelesaikannya diperlukan kreativitas?
d. Apakah proses menjawab pertanyaan nomor 1 s.d. 4 relatif berbeda (baru) bila dibandingkan dengan menjawab pertanyaan nomor 5 s.d. 8?
e. Apakah pertanyaan nomor 1 s.d. 4 itu dapat dikelompokkan sebagai pertanyaan untuk ‘latihan’ atau excercises dalam rangka memahami atau menguatkan konsep? Mengapa?
f. Apakah pertanyaan nomor 5 s.d. 8 dapat dikelompokkan sebagai pertanyaan dengan kategori problem atau masalah. Mengapa?
g. Manakah pertanyaan yang menuntut kemampuan penalaran yang memadai?
h. Manakah pertanyaan yang menuntut kemampuan komunikasi matematis?
Setelah mencermati pertanyaan-pertanyaan di atas dan menjawabnya, pertanyaan berikutnya adalah: Apakah masalah (problem) dan pemecahan masalah itu?
Perhatikan dua hal berikut ini.
1. Suatu pertanyaan atau tugas akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan atau tugas itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui oleh penjawab pertanyaan.
2. Suatu masalah bagi seseorang dapat menjadi bukan masalah bagi orang lain karena ia sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya.
Perhatikan dua soal pada contoh-1 di atas. Bila ditinjau dari materi soal maka untuk menyelesaikan soal nomor 1 cara-caranya pastilah sudah diketahui oleh semua siswa karena telah dipelajari, yaitu saat membahas tentang bilangan berpangkat tiga. Untuk menyelesaikan soal nomor 2 siswa umumnya belum tahu caranya secara langsung (kecuali bila guru telah memberikannya sebagai contoh). Oleh karena itu soal nomor 1 tidak dapat digolongkan sebagai masalah, sedang soal nomor 2 dapat digolongkan sebagai masalah.
Bila ditinjau dari pengalaman tiap siswa, dapat terjadi soal nomor 1 dan 2 keduanya menjadi kendala (masalah), karena ia tidak tahu atau paham bagaimana prosedur menyelesaikan kedua soal itu meskipun soal itu sudah pernah dipelajari. Namun bagi siswa lain mungkin keduanya bukan menjadi masalah karena ia telah pernah mengetahui dan paham tentang prosedur menyelesaikan kedua soal itu. Dalam hal ini yang dimaksud masalah lebih dikaitkan dengan materi soalnya atau materi penugasan dan pengalaman siswa, bukan dikaitkan dengan seberapa jauh kendala atau hambatan hasil belajar matematikanya. Merujuk pada maksud dari ‘masalah atau problem’ itu, apa yang dimaksud dengan pemecahan masalah?
Pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal. Dengan demikian ciri dari pertanyaan atau penugasan berbentuk pemecahan masalah adalah: (1) ada tantangan dalam materi tugas atau soal, (2) masalah tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin yang sudah diketahui penjawab.
Pada intinya tujuan ketiga itu tercapai bila siswa mampu memecahkan masalah atau melakukan problem solving. Mencermati tujuan ketiga dari mata pelajaran matematika maka siswa dikatakan mampu memecahkan masalah bila ia memiliki kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Dalam kaitan itu pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah diuraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan dalam pemecahan masalah adalah mampu:
1. menunjukkan pemahaman masalah,
2. mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah,
3. menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk,
4. memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat,
5. mengembangkan strategi pemecahan masalah,
6. membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah dan
7. menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
Gagasan dan pikiran seseorang dalam menyelesaikan permasalahan matematika dapat dinyatakan dalam kata-kata, lambang matematis, bilangan, gambar, maupun tabel. Cockroft (1986) dalam Fadjar Shadiq (2003) menyatakan bahwa matematika merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan. Komunikasi ide-ide, gagasan pada operasi atau pembuktian matematika banyak melibatkan kata-kata, lambang matematis, dan bilangan.
Banyak persoalan ataupun informasi disampaikan dengan bahasa matematika, misalnya menyajikan persoalan atau masalah ke dalam model matematika yang dapat berupa diagram, persamaan matematika, grafik, ataupun tabel. Mengkomunikasikan gagasan dengan matematika lebih praktis, sistematis, dan efisien (Depdiknas dalam Fadjar Shadiq, 2003). Contoh: Notasi 30 × 3 antara lain menyatakan:
1. Luas permukaan kolam dengan ukuran panjang 30 meter dan lebar 3 meter.
2. Banyak roda pada 30 becak/bemo.
3. Banyaknya pensil dalam 30 kotak yang masing-masing kotak berisi 3 pensil.
Contoh di atas menunjukkan bahwa satu notasi dapat digunakan untuk beberapa hal namun tidak membingungkan dan masing-masing mempunyai kekuatan argumen.
Dalam kaitan dengan tujuan keempat ini, siswa dikatakan mampu dalam komunikasi secara matematis bila ia mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
Contoh ilustrasi bahwa siswa mampu melakukan komunikasi secara matematis sebagai berikut.
Misalkan siswa mendapat tugas dari guru sebagai berikut: “Gambarlah sebarang segitiga lancip, siku-siku, dan tumpul. Dengan busur derajat, ukurlah besar tiap sudut pada tiap segitiga. Jumlahkan sudut-sudut hasil pengukuran pada tiap segitiga. Apa yang dapat kamu simpulkan?”.
Siswa dikatakan mampu melakukan komunikasi matematis dengan baik pada tugas tersebut bila ia mampu memperjelas tugas dan penyelesaiannya dengan memanfaatkan pengetahuannya tentang jenis segitiga dan tabel.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Pencapaian tujuan kelima ini lebih banyak ditentukan oleh bagaimana cara guru mengelola pembelajaran daripada bagaimana siswa belajar. Mengapa demikian?
Siswa akan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan sehingga muncul rasa ingin tahu, perhatian, dan berminat dalam mempelajari matematika bila guru dapat menghadirkan suasana PAKEM (pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan). Pembelajaran matematika PAKEM dalam hal ini adalah pembelajaran matematika yang mampu memancing, mengajak, dan membuat siswa untuk: aktif berpikir (mentalnya), kreatif (dalam berpikir), senang belajar dalam arti nyaman kondisi mentalnya karena tiadanya ancaman atau tekanan dalam belajar baik dari guru maupun dari teman-temannya, serta kompetensi yang dipelajari terkuasai.
Selain menghadirkan suasana PAKEM, tujuan kelima ini juga menuntut guru untuk menghadirkan pembelajaran yang kontekstual dalam arti berkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Hal itu dimaksudkan agar siswa memahami makna dan kaitan kompetensi matematika yang dipelajarinya dengan kehidupannya sehari-hari. Dari situ diharapkan muncul sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
Siswa akan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan sehingga muncul sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah bila ia tidak terhambat kemampuannya dalam belajar matematika.
Perlu diingat bahwa unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya (Depdiknas dalam Fadjar Shadiq, 2005). Hal itu mengakibatkan bahwa kompetensi-kompetensi matematika yang dipelajari saling terkait dan tersusun secara hierarkis. Dalam kaitan hal itu kita paham bahwa siswa tidak akan kompeten dalam menyelesaikan persamaan linear satu variabel bila ia tidak kompeten dalam mengoperasikan bentuk-bentuk aljabar. Kita juga paham bahwa agar siswa atau diri kita mampu memecahkan masalah, maka perlu paham dengan baik konsep-konsep matematika dan mampu melakukan penalaran.
Mengingat hal itu maka kemampuan siswa cenderung tidak terhambat bila ia senantiasa tidak bermasalah dalam memenuhi kemampuan modal atau kemampuan prasyarat yaitu kemampuan yang telah dipelajari sebelumnya dan kemampuan itu diperlukan untuk mempelajari kompetensi yang akan/sedang dipelajari. Oleh karena itu hendaknya guru dan sekolah senantiasa berusaha agar dapat mendeteksi kelemahan-kelemahan siswa dalam belajar matematika secara dini kemudian bahu-membahu mengatasinya sehingga tidak berlarut-larut. Terhambat belajar matematika yang berlarut-larut akan menggagalkan tercapainya tujuan kelima ini, bukan saja siswa tak akan menjadi ulet dan
percaya diri dalam pemecahan masalah, namun juga dapat mengakibatkan hilangnya minat mempelajari matematika.
C. Hubungan Muatan Antar KD dan SK Pelajaran Matematika
Standar Isi (SI) untuk satuan dikdasmen pada suatu mata pelajaran mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu dan hal itu tercantum pada lampiran Permendiknas Nomor 22 tahun 2006. Pada SI mata pelajaran matematika dimuat daftar SK dan KD yang harus dikuasai siswa.
Perlu diingat bahwa unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya (Depdiknas: Fadjar Shadiq, 2003). Hal itu mengakibatkan bahwa kompetensi-kompetensi matematika yang dipelajari saling terkait dan tersusun secara hirarkis. Oleh karena itu kita harus memahami bagaimana keterkaitan antar KD yang dipelajari oleh siswa.
Pemahaman tentang keterkaitan antar KD akan mempermudah guru dalam mengarahkan siswa dalam belajar, baik untuk siswa yang cepat dalam belajar maupun siswa yang lambat dalam belajar. Guru yang paham terhadap keterkaitan muatan antar KD matematika akan:
1) mudah mengarahkan siswanya yang cepat dalam belajar sehingga dapat efisien dalam mempelajari KD-KD dan akhirnya kemampuan minimal dan pengayaan yang dikuasai siswa dapat optimal.
2) mudah membimbing siswanya yang lambat dalam belajar sehingga dapat efisien dalam mempelajari KD-KD dan akhirnya kemampuan minimal akan dikuasai siswa.
3) mudah dalam melakukan diagnosa kesulitan belajar siswa dan memberikan pelayanan remedial.
D. Muatan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Mata Pelajaran Matematika
SKL untuk satuan dikdasmen disahkan dengan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006. SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. SKL yang ada pada Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 adalah SKL minimal satuan dikdasmen, SKL minimal kelompok mata pelajaran dan SKL minimal mata pelajaran.
1. SKL Mata Pelajaran Matematika di SMA:
a. Program IPA
1) Memahami pernyataan dalam matematika dan ingkarannya, menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor, serta menggunakan prinsip logika matematika dalam pemecahan masalah
2) Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan aturan pangkat, akar dan logaritma, fungsi aljabar sederhana, fungsi kuadrat, fungsi eksponen dan grafiknya, fungsi komposisi dan fungsi invers, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat, persamaan lingkaran dan persamaan garis singgungnya, suku banyak, algoritma pembagian dan teorema sisa, program linear, matriks dan determinan, vektor, transformasi geometri dan komposisinya, barisan dan deret, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
3) Menentukan kedudukan, jarak dan besar sudut yang melibatkan titik, garis dan bidang di ruang dimensi tiga serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
4) Memahami konsep perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas trigonometri, rumus sinus dan kosinus jumlah dan selisih dua sudut, rumus jumlah dan selisih sinus dan kosinus, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
5) Memahami limit fungsi aljabar dan fungsi trigonometri di suatu titik dan sifat-sifatnya, turunan fungsi, nilai ekstrem, integral tak tentu dan integral tentu fungsi aljabar dan trigonometri, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah
6) Memahami dan mengaplikasikan penyajian data dalam bentuk tabel, diagram, gambar, grafik, dan ogive, ukuran pemusatan, letak dan ukuran penyebaran, permutasi dan kombinasi, ruang sampel dan peluang kejadian dan menerapkannya dalam pemecahan masalah
7) Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan
8) Memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerjasama
b. Program IPS
1) Memahami pernyataan dalam matematika dan ingkarannya, menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor, serta menggunakan prinsip logika matematika dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor
2) Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan aturan pangkat, akar dan logaritma, fungsi aljabar sederhana, fungsi kuadrat dan grafiknya, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat, komposisi dan invers fungsi, program linear, matriks dan determinan, vektor, transformasi geometri dan komposisinya, barisan dan deret, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
3) Menentukan kedudukan, jarak dan besar sudut yang melibatkan titik, garis dan bidang di ruang dimensi tiga serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
4) Memahami konsep perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas trigonometri serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
5) Memahami limit fungsi aljabar dan fungsi trigonometri di suatu titik dan sifat-sifatnya, turunan fungsi, nilai ekstrem, integral tak tentu dan integral tentu fungsi aljabar dan trigonometri, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah
6) Mengaplikasikan penyajian data dalam bentuk tabel, diagram, gambar, grafik, dan ogive, ukuran pemusatan, letak dan ukuran penyebaran, permutasi dan kombinasi, ruang sampel dan peluang kejadian, dalam pemecahan masalah
7) Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan
8) Memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerjasama.
c. Program Bahasa
1) Memahami pernyataan dalam matematika dan ingkarannya, menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor, serta menggunakan prinsip logika matematika dalam pemecahan masalah
2) Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan aturan pangkat, akar dan logaritma, fungsi aljabar sederhana dan fungsi kuadrat, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat, program linear, matriks dan determinan, vektor, transformasi geometri dan komposisinya, barisan dan deret, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
3) Menentukan kedudukan, jarak dan besar sudut yang melibatkan titik, garis dan bidang di ruang dimensi tiga serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
4) Memahami konsep perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas trigonometri serta menggunakan dalam pemecahan masalah
5) Memahami dan mengaplikasikan penyajian data dalam bentuk tabel, diagram, gambar, grafik, dan ogive, ukuran pemusatan, letak dan ukuran penyebaran, permutasi dan kombinasi, ruang sampel dan peluang kejadian dan menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari dan ilmu pengetahuan dan teknologi
6) Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan
7) Memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerjasama
BAB III
ANALISIS STANDAR ISI MATA PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH
Dalam bab ini kita akan mempelajari tentang cara menganalisis KD dalam hubungannya dengan tujuan mata pelajaran matematika. Kegiatan analisis ini dilakukan mengawali pembuatan silabus dan RPP sebagai persiapan pembelajaran. Analisis dilakukan dalam rangka mengoptimalkan pencapaian tujuan mata pelajaran pada pelaksanaan pembelajaran.
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan mampu menganalisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada SI dalam hubungannya dengan tujuan mata pelajaran matematika. Untuk membantu Anda agar menguasai kemampuan tersebut, dalam bab ini disajikan pembahasan yang dikemas dalam satu kegiatan belajar dan diikuti latihan.
Kegiatan Belajar Seperti telah diuraikan pada bagian pendahuluan bahwa tujuan mata pelajaran matematika pada intinya adalah agar siswa mampu: (1) memahami konsep matematika, (2) melakukan penalaran, (3) memecahkan masalah, (4) melakukan komunikasi secara matematis, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Agar tujuan itu dapat dicapai optimal maka perlu adanya analisis yang hasilnya dapat memandu pengelola pembelajaran matematika dalam memfokuskan pencapaian masing-masing tujuan.
Untuk memahami cara melakukan analisis KD pada SI maka simaklah pertanyaan-pertanyaan berikut ini. Pembahasan pada bab ini berpijak pada pertanyaan-pertanyaan berikut. Berdiskusilah dengan peserta lain untuk membahas pertanyaan dan jawaban pertanyaan-pertanyaan berikut.
1. Ada berapa KD pada masing-masing kelas di SMA?
2. Pada kenyataannnya, SI telah menguraikan dengan jelas SK dan KD mana saja yang secara eksplisit menuntut kemampuan memecahkan masalah. SK dan KD manakah itu?
3. Tidak semua SK memuat KD yang menuntut kemampuan pemecahan masalah. Dalam hal ini dapatkah pembelajaran KD-KD yang secara eksplisit tidak menuntut kemampuan pemecahan masalah didalamnya ada kegiatan pemecahan masalah?
4. Pada SK dan KD manakah perlu difokuskan pencapaian tujuan terkait siswa mampu memahami konsep matematika? Apakah pada semua SK dan KD?
5. Pada SK dan KD manakah perlu difokuskan pencapaian tujuan terkait siswa mampu melakukan penalaran? Apakah pada semua SK dan KD?
6. Pada SK dan KD manakah perlu difokuskan pencapaian tujuan terkait siswa mampu melakukan komunikasi secara matematis? Apakah pada semua SK dan KD?
7. Pada SK dan KD manakah perlu difokuskan pencapaian tujuan terkait siswa mampu memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan?
DAFTAR PUSTAKA
Dakir, H. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Danim, Sudarwan. 2003. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dimmock, Clive. 2000. Designing the Learning-Centered School: A Cross-Cultural Perspective. London: Falmer Press.
Hamalik, Oemar. 2007. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Hamalik, Oemar. 2006. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.
Hudojo, Herman. 1979. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional.
Mastuhu. 2003. Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21. Yogyakarta: Safiria Insania Press & MSI UII.
Mulyasa, E. 2006. Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution, S. 2003. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Nasution, S. 2006. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Ruseffendi. 1996. Materi Pokok Pendidikan Matematika 3. Jakarta: Universitas Terbuka.
Soetopo, Hendyat dan Wasty Soemanto. 1986. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum: sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Sukmadinata, Nana Saodih. 2005. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum dan Pengembangan: Filosofi, Teori dan Aplikasi. Bandung: Pakar Raya.
Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran: untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.
Tim BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
Tim Balitbang Puskur. 2007. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas.
LAMPIRAN
1. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) SMP/MTs
Kelas VII, Semester 1
Standar Kompetensi Komptensi Dasar
Bilangan
1. Memahami sifat-sifat operasi hitung bilangan dan penggunaannya dalam pemecahan masalah
1.1 Melakukan operasi hitung bilangan bulat dan pecahan
1.2 Menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat dan pecahan dalam pemecahan masalah
Aljabar
2. Memahami bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel
2.1 Mengenali bentuk aljabar dan unsur-unsurnya
2.2 Melakukan operasi pada bentuk aljabar
2.3 Menyelesaikan persamaan linear satu variabel
2.4 Menyelesaikan pertidaksamaan linear satu variabel
3. Menggunakan bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, dan perbandingan dalam pemecahan masalah 3.1 Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel
3.2 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel
3.3 Menggunakan konsep aljabar dalam pemecahan masalah aritmetika sosial yang sederhana
3.4 Menggunakan perbandingan untuk pemecahan masalah
Kelas VII, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Aljabar
4. Menggunakan konsep himpunan dan diagram Venn dalam pemecahan masalah
4.1 Memahami pengertian dan notasi himpunan, serta penyajiannya
4.2 Memahami konsep himpunan bagian
4.3 Melakukan operasi irisan, gabungan, kurang (difference), dan komplemen pada himpunan
4.4 Menyajikan himpunan dengan diagram Venn
4.5 Menggunakan konsep himpunan dalam pemecahan masalah
Geometri
5. Memahami hubungan garis dengan garis, garis dengan sudut, sudut dengan sudut, serta menentukan ukurannya
5.1 Menentukan hubungan antara dua garis, serta besar dan jenis sudut
5.2 Memahami sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis berpotongan atau dua garis sejajar berpotongan dengan garis lain
5.3 Melukis sudut
5.4 Membagi sudut
6. Memahami konsep segi empat dan segitiga serta menentukan ukurannya 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat segitiga berdasarkan sisi dan sudutnya
6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat dan layang-layang
6.3 Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segi empat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
6.4 Melukis segitiga, garis tinggi, garis bagi, garis berat dan garis sumbu
Kelas VIII, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Aljabar
1. Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus
1.1 Melakukan operasi aljabar
1.2 Menguraikan bentuk aljabar ke dalam faktor-faktornya
1.3 Memahami relasi dan fungsi
1.4 Menentukan nilai fungsi
1.5 Membuat sketsa grafik fungsi aljabar sederhana pada sistem koordinat Cartesius
1.6 Menentukan gradien, persamaan dan grafik garis lurus
2. Memahami sistem persa-maan linear dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah 2.1 Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel
2.2 Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel
2.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan penafsirannya
Geometri dan Pengukuran
3. Menggunakan Teorema Pythagoras dalam pemecahan masalah
3.1 Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menentukan panjang sisi-sisi segitiga siku-siku
3.2 Memecahkan masalah pada bangun datar yang berkaitan dengan Teorema Pythagoras
Kelas VIII, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Geometri dan Pengukuran
4. Menentukan unsur, bagian lingkaran serta ukurannya
4.1 Menentukan unsur dan bagian-bagian lingkaran
4.2 Menghitung keliling dan luas lingkaran
4.3 Menggunakan hubungan sudut pusat, panjang busur, luas juring dalam pemecahan masalah
4.4 Menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran
4.5 Melukis lingkaran dalam dan lingkaran luar suatu segitiga
5. Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya 5.1 Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagian-bagiannya
5.2 Membuat jaring-jaring kubus, balok, prisma dan limas
5.3 Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas
2. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) SMA/MA
Kelas X, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Aljabar
1. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan bentuk pangkat, akar, dan logaritma
1.1 Menggunakan aturan pangkat, akar, dan logaritma
1.2 Melakukan manipulasi aljabar dalam perhitungan yang melibatkan pangkat, akar, dan logaritma
2. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan fungsi, persamaan dan fungsi kuadrat serta pertidaksamaan kuadrat
2.1 Memahami konsep fungsi
2.2 Menggambar grafik fungsi aljabar sederhana dan fungsi kuadrat
2.3 Menggunakan sifat dan aturan tentang persamaan dan pertidaksamaan kuadrat
2.4 Melakukan manipulasi aljabar dalam perhitungan yang berkaitan dengan persamaan dan pertidaksamaan kuadrat
2.5 Merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan dan/atau fungsi kuadrat
2.6 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan dan/atau fungsi kuadrat dan penafsirannya
3. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dan pertidaksamaan satu variabel
3.1 Menyelesaikan sistem persamaan linear dan sistem persamaan campuran linear dan kuadrat dalam dua variabel
3.2 Merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear
3.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dan penafsirannya
3.4 Menyelesaikan pertidaksamaan satu variabel yang melibatkan bentuk pecahan aljabar
3.5 Merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan pertidaksamaan satu variabel
3.6 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan pertidaksamaan satu variabel dan penafsirannya
Kelas X, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Logika
4. Menggunakan logika matematika dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor
4.1 Memahami pernyataan dalam matematika dan ingkaran atau negasinya
4.2 Menentukan nilai kebenaran dari suatu per-nyataan majemuk dan pernyataan berkuantor
4.3 Merumuskan pernyataan yang setara dengan pernyataan majemuk atau pernyataan berkuantor yang diberikan
4.4 Menggunakan prinsip logika matematika yang berkaitan dengan pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor dalam penarikan kesimpulan dan pemecahan masalah
Trigonometri
5. Menggunakan perbandingan, fungsi, persamaan, dan identitas trigonometri dalam pemecahan masalah
5.1 Melakukan manipulasi aljabar dalam perhitungan teknis yang berkaitan dengan perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas trigonometri
5.2 Merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas trigonometri
5.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas trigonometri, dan penafsirannya
Geometri
6. Menentukan kedudukan, jarak, dan besar sudut yang melibatkan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga
6.1 Menentukan kedudukan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga
6.2 Menentukan jarak dari titik ke garis dan dari titik ke bidang dalam ruang dimensi tiga
6.3 Menentukan besar sudut antara garis dan bidang dan antara dua bidang dalam ruang dimensi tiga
Program Ilmu Pengetahuan Alam
Kelas XI, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Statistika dan Peluang
1. Menggunakan aturan statistika, kaidah pencacahan, dan sifat-sifat peluang dalam pemecahan masalah
1.1 Membaca data dalam bentuk tabel dan diagram batang, garis, lingkaran, dan ogive
1.2 Menyajikan data dalam bentuk tabel dan diagram batang, garis, lingkaran, dan ogive serta penafsirannya
1.3 Menghitung ukuran pemusatan, ukuran letak, dan ukuran penyebaran data, serta penafsirannya
1.4 Menggunakan aturan perkalian, permutasi, dan kombinasi dalam pemecahan masalah
1.5 Menentukan ruang sampel suatu percobaan
1.6 Menentukan peluang suatu kejadian dan penafsirannya
Trigonometri
2. Menurunkan rumus trigonometri dan penggunaannya
2.1 Menggunakan rumus sinus dan kosinus jumlah dua sudut, selisih dua sudut, dan sudut ganda untuk menghitung sinus dan kosinus sudut tertentu
2.2 Menurunkan rumus jumlah dan selisih sinus dan kosinus
2.3 Menggunakan rumus jumlah dan selisih sinus dan kosinus
Aljabar
3. Menyusun persamaan lingkaran dan garis singgungnya
3.1 Menyusun persamaan lingkaran yang memenuhi persyaratan yang ditentukan
3.2 Menentukan persamaan garis singgung pada lingkaran dalam berbagai situasi
Kelas XI, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Aljabar
4. Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah
4.1 Menggunakan algoritma pembagian sukubanyak untuk menentukan hasil bagi dan sisa pembagian
4.2 Menggunakan teorema sisa dan teorema faktor dalam pemecahan masalah
5 Menentukan komposisi dua fungsi dan invers suatu fungsi 5.1 Menentukan komposisi fungsi dari dua fungsi
5.2 Menentukan invers suatu fungsi
Kalkulus
6. Menggunakan konsep limit fungsi dan turunan fungsi dalam pemecahan masalah
6.1 Menjelaskan secara intuitif arti limit fungsi di suatu titik dan di takhingga
6.2 Menggunakan sifat limit fungsi untuk menghitung bentuk tak tentu fungsi aljabar dan trigonometri
6.3 Menggunakan konsep dan aturan turunan dalam perhitungan turunan fungsi
6.4 Menggunakan turunan untuk menentukan karakteristik suatu fungsi dan memecahkan masalah
6.5 Merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan ekstrim fungsi
6.6 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan ekstrim fungsi dan penafsirannya
Program Ilmu Pengetahuan Alam
Kelas XII, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Kalkulus
1. Menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah
1.1 Memahami konsep integral tak tentu dan integral tentu
1.2 Menghitung integral tak tentu dan integral tentu dari fungsi aljabar dan fungsi trigonometri yang sederhana
1.3 Menggunakan integral untuk menghitung luas daerah di bawah kurva dan volum benda putar
Aljabar
2. Menyelesaikan masalah program linear
2.1 Menyelesaikan sistem pertidaksamaan linear dua variabel
2.2 Merancang model matematika dari masalah program linear
2.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah program linear dan penafsirannya
3. Menggunakan konsep matriks, vektor, dan transformasi dalam pemecahan masalah 3.1 Menggunakan sifat-sifat dan operasi matriks untuk menunjukkan bahwa suatu matriks persegi merupakan invers dari matriks persegi lain
3.2 Menentukan determinan dan invers matriks 2 x 2
3.3 Menggunakan determinan dan invers dalam penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel
3.4 Menggunakan sifat-sifat dan operasi aljabar vektor dalam pemecahan masalah
3.5 Menggunakan sifat-sifat dan operasi perkalian skalar dua vektor dalam pemecahan masalah.
3.6 Menggunakan transformasi geometri yang dapat dinyatakan dengan matriks dalam pemecahan masalah
3.7 Menentukan komposisi dari beberapa transformasi geometri beserta matriks transformasinya
Kelas XII, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Aljabar
4. Menggunakan konsep barisan dan deret dalam pemecahan masalah
4.1 Menentukan suku ke-n barisan dan jumlah n suku deret aritmetika dan geometri
4.2 Menggunakan notasi sigma dalam deret dan induksi matematika dalam pembuktian
4.3 Merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan deret
4.4 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan deret dan penafsirannya
5. Menggunakan aturan yang berkaitan dengan fungsi eksponen dan logaritma dalam pemecahan masalah 5.1 Menggunakan sifat-sifat fungsi eksponen dan logaritma dalam pemecahan masalah
5.2 Menggambar grafik fungsi eksponen dan logaritma
5.3 Menggunakan sifat-sifat fungsi eksponen atau logaritma dalam penyelesaian pertidaksamaan eksponen atau logaritma sederhana
Program Ilmu Pengetahuan Sosial
Kelas XI, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Statistika dan Peluang
1. Menggunakan aturan statistika, kaidah pencacahan, dan sifat-sifat peluang dalam pemecahan masalah
1.1 Membaca data dalam bentuk tabel dan diagram batang, garis, lingkaran, dan ogive
1.2 Menyajikan data dalam bentuk tabel dan diagram batang, garis, lingkaran, dan ogive serta penafsirannya
1.3 Menghitung ukuran pemusatan, ukuran letak, dan ukuran penyebaran data, serta menafsirkannya
1.4 Menggunakan aturan perkalian, permutasi, dan kombinasi dalam pemecahan masalah
1.5 Menentukan ruang sampel suatu percobaan
1.6 Menentukan peluang suatu kejadian dan penafsirannya
Kelas XI, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Aljabar
2. Menentukan komposisi dua fungsi dan invers suatu fungsi
2.1 Menentukan komposisi fungsi dari dua fungsi
2.2 Menentukan invers suatu fungsi
Kalkulus
3. Menggunakan konsep limit fungsi dan turunan fungsi dalam pemecahan masalah
3.1 Menghitung limit fungsi aljabar sederhana di suatu titik
3.2 Menggunakan sifat limit fungsi untuk menghitung bentuk tak tentu fungsi aljabar
3.3 Menggunakan sifat dan aturan turunan dalam perhitungan turunan fungsi aljabar
3.4 Menggunakan turunan untuk menentukan karakteristik suatu fungsi aljabar dan memecahkan masalah
3.5 Merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan ekstrim fungsi aljabar
3.6 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan ekstrim fungsi aljabar dan penafsirannya
Program Ilmu Pengetahuan Sosial
Kelas XII, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Kalkulus
1. Menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah sederhana
1.1 Memahami konsep integral tak tentu dan integral tentu
1.2 Menghitung integral tak tentu dan integral tentu dari fungsi aljabar sederhana
1.3 Menggunakan integral untuk menghitung luas daerah di bawah kurva
Aljabar
2. Menyelesaikan masalah program linear
2.1 Menyelesaikan sistem pertidaksamaan linear dua variabel
2.2 Merancang model matematika dari masalah program linear
2.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah program linear dan penafsirannya
3. Menggunakan matriks dalam pemecahan masalah 3.1 Menggunakan sifat-sifat dan operasi matriks untuk menunjukkan bahwa suatu matriks persegi merupakan invers dari matriks persegi lain
3.2 Menentukan determinan dan invers matriks 2 x 2
3.3 Menggunakan determinan dan invers dalam penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel
Kelas XII, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Aljabar
4. Menggunakan konsep barisan dan deret dalam pemecahan masalah
4.1 Menentukan suku ke-n barisan dan jumlah n suku deret aritmetika dan geometri
4.2 Merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan deret
4.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan deret dan menafsirkan solusinya
Program Bahasa
Kelas XI, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Statistika dan Peluang
1. Melakukan pengolahan, penyajian dan penafsiran data
1.1 Membaca data dalam bentuk tabel dan diagram batang, garis, lingkaran, dan ogive serta pemaknaannya
1.2 Menyajikan data dalam bentuk tabel dan diagram batang, garis, lingkaran, dan ogive serta pemaknaannya
1.3 Menghitung ukuran pemusatan, ukuran letak dan ukuran penyebaran data, serta menafsirkannya
Kelas XI, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Statistika dan Peluang
2. Menggunakan kaidah pencacahan untuk menentukan peluang suatu kejadian dan penafsirannya
2.1 Menggunakan sifat dan aturan perkalian, permutasi, dan kombinasi dalam pemecahan masalah
2.2 Menentukan ruang sampel suatu percobaan
2.3 Menentukan peluang suatu kejadian dan menafsirkannya
Program Bahasa
Kelas XII, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Aljabar
1. Menyelesaikan masalah program linear
1.1 Menyelesaikan sistem pertidaksamaan linear dua variabel
1.2 Merancang model matematika dari masalah program linear
1.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah program linear dan menafsirkan solusinya
2. Menggunakan matriks dalam pemecahan masalah 2.1 Menggunakan sifat-sifat dan operasi matriks untuk menunjukkan bahwa suatu matriks persegi merupakan invers dari matriks persegi lain
2.2 Menentukan determinan dan invers matriks 2 x 2
2.3 Menggunakan determinan dan invers dalam penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel
Kelas XII, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Aljabar
3 Menggunakan konsep barisan dan deret dalam pemecahan masalah
3.1 Menentukan suku ke-n barisan dan jumlah n suku deret aritmetika dan geometri
3.2 Memecahkan masalah yang berkaitan dengan deret dan menafsirkan solusinya
3. Kelas IX, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Geometri dan Pengukuran
1. Memahami kesebangunan bangun datar dan penggunaannya dalam pemecahan masalah
1.1 Mengidentifikasi bangun-bangun datar yang sebangun dan kongruen
1.2 Mengidentifikasi sifat-sifat dua segitiga sebangun dan kongruen
1.3 Menggunakan konsep kesebangunan segitiga dalam pemecahan masalah
2. Memahami sifat-sifat tabung, kerucut dan bola, serta menentukan ukurannya 2.1 Mengidentifikasi unsur-unsur tabung, kerucut dan bola
2.2 Menghitung luas selimut dan volume tabung, kerucut dan bola
2.3 Memecahkan masalah yang berkaitan dengan tabung, kerucut dan bola
Statistika dan Peluang
3. Melakukan pengolahan dan penyajian data
3.1 Menentukan rata-rata, median, dan modus data tunggal serta penafsirannya
3.2 Menyajikan data dalam bentuk tabel dan diagram batang, garis, dan lingkaran
4. Memahami peluang kejadian sederhana 4.1 Menentukan ruang sampel suatu percobaan
4.2 Menentukan peluang suatu kejadian sederhana
Kelas IX, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Bilangan
5. Memahami sifat-sifat bilangan berpangkat dan bentuk akar serta penggunaannya dalam pemecahan masalah sederhana
5.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bilangan berpangkat dan bentuk akar
5.2 Melakukan operasi aljabar yang melibatkan bilangan berpangkat bulat dan bentuk akar
5.3 Memecahkan masalah sederhana yang berkaitan dengan bilangan berpangkat dan bentuk akar
6. Memahami barisan dan deret bilangan serta penggunaannya dalam pemecahan masalah
6.1 Menentukan pola barisan bilangan sederhana
6.2 Menentukan suku ke-n barisan aritmatika dan barisan geometri
6.3 Menentukan jumlah n suku pertama deret aritmatika dan deret geometri
6.4 Memecahkan masalah yang berkaitan dengan barisan dan deret
2.
Memahami
sifat-sifat bilangan berpangkat dan bentuk akar serta penggunaannya dalam
pemecahan masalah sederhana
|
5.1
Mengidentifikasi sifat-sifat bilangan berpangkat dan bentuk akar
5.2
Melakukan operasi aljabar yang melibatkan bilangan berpangkat bulat dan
bentuk akar
5.3
Memecahkan masalah sederhana yang berkaitan dengan bilangan berpangkat dan
bentuk akar
|
6. Memahami
barisan dan deret bilangan serta penggunaannya dalam pemecahan masalah
|
6.1
Menentukan pola barisan bilangan sederhana
6.2 Menentukan suku ke-n barisan aritmatika dan barisan
geometri
6.3 Menentukan jumlah n suku pertama deret aritmatika dan deret
geometri
6.4
Memecahkan masalah yang berkaitan dengan barisan dan deret
|
2.